Oleh: purbodjati | Desember 27, 2020

BUDAYA PENCAK SILAT MEMBENTUK KUALITAS MANUSIA INDONESIA BERKARAKTER JATI DIRI PANCASILA

PURBODJATI

( Program Studi Ilmu Keolahragaan Jurusan Pendidikan Kesehatan & Rekreasi Universitas Negeri Surabaya )

ILMU YANG BERMANFAAT

Abstrak:

Jati diri kebanyakan anak bangsa kini telah hilang, dan  berdampak merusak karakter bangsa. Peran keluarga, masyarakat dan sekolah dalam menumbuh kembangkan fondasi karakter anak bangsa perlu direvitalisasi. Modal dasarnya ada 2, yakni semakin memperkuat konsepsi dan aplikasi: konsensus nasional (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,  Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional)(18) dan kearifan lokal (diantaranya Pencak silat).

Dengan belajar Pencak silat mereka dapat menemukan jati diri, mau diajak kembali membangun karakternya, dan secara bersama membangun karakter bangsa sehingga NKRI kembali menjadi bangsa yang mempunyai ketahanan jati diri yang mantap.

Jati diri karakter bangsa tercermin dalam Visi dan misi pencak silat yang berintikan pada 3 konsepsi, yakni: 1) Ajaran Budi Pekerti Luhur Sebagai Dimensi Kejiwaan Pencak Silat, adalah terbentuknya manusia yang perkasa tetapi rendah hati (tawadhu), yang dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) disesantikan dengan bhirawa anuraraga, yang berarti perkasa tetapi rendah hati. Manusia yang demikian itu dilambangkan sebagai batang padi yang merunduk karena butir padinya yang lebat isinya. Semakin lebat dan berisi padinya, semakin merunduk batangnya; 2) Ikrar Pesilat, merupakan kewajiban bagi setiap Pesilat dalam kapasitas dan kualitanya untuk selalu mengamalkan nilai-nilai moral universal yang meliputi 5 kesatuan, yakni: Pesilat adalah pribadi yang berbudi pekerti luhur; Pesilat adalah manusia yang menghormati sesamanya serta mencintai persahabatan dan perdamaian; Pesilat adalah manusia yang senantiasa berpikir dan bertindak positif, kreatif dan dinamis; Pesilat adalah kesatria yang menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan serta senantiasa tahan-uji    dalam menghadapi cobaan dan godaan; dan Pesilat adalah kesatria yang senantiasa bertanggungjawab atas kata-kata dan perbuatan-perbuatannya; dan 3) Prasetya Pesilat Indonesia merupakan pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam menghayati dengan baik dan benar untuk memperkuat ketahanan semangat kebangsaan dan akhlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang berintikan 7 kesatuan sebagai berikut: Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi  pekerti luhur; Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung  tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan; dan Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.

Kata kunci: Pancasila, kualitas manusia, pencak silat, jati diri, dan karakter.

Email: purbodjati@gmail.com, purbodjati@unesa.ac.id

Akunwebblog: https://purbodjati.wordpress.com/

PENCAK SILAT FORMS THE QUALITIES OF INDONESIA PEOPLE CHARACTERIZE

OF  NATION IDENTITY

oleh:

PURBODJATI

(Program Study of Sport Science, Health and Recreation Education Departement, State University of  Surabaya )

Abstrack :

            Now a days, identity of children’ nation has lost and it damages the nation’s character. The role of family, society, and school to build the foundation of children nation’ character needs to be revitalized.  There are two basic principles; more strengthen the conception and application: national’s consensus (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,  Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional) and (18) national’s wisdom.

By learning pencak silat they can find their identity, they want to be invited again to build their character, and then build nation’s character together in order that NKRI returns to be a nation which has a stable tenacity of identity.

Identity of nation’s character is reflected in the vision and mision of pencak silat which consists of three conceptions;

 1). The doctrine of nobly character as a phsycologists dimension of pencak silat, that is the formed of powerful human but humble (tawadhu) which in kawi language (old javanese) is represented by bhirawa anurarag,means that powerful but humble. This kind of person is symbolized as rice stem which is bending (batang padi yang merunduk) because the rice grain is dense. The more dense and full its rice, the more stoop its stem;

2) pledge of pesilat(Ikrar Pesilat),is the obligation for every pesilat  in their capacity and quality to practice the moral values which includes five unities, there are: Pesilat adalah pribadi yang berbudi pekerti luhur; Pesilat adalah manusia yang menghormati sesamanya serta mencintai persahabatan dan perdamaian; Pesilat adalah manusia yang senantiasa berpikir dan bertindak positif, kreatif dan dinamis; Pesilat adalah kesatria yang menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan serta senantiasa tahan-uji    dalam menghadapi cobaan dan godaan; dan Pesilat adalah kesatria yang senantiasa bertanggungjawab atas kata-kata dan perbuatan-perbuatannya;and

3) Prasetya Pesilat Indonesia is the declaration of Indonesian pesilat to themselves in order to fulfill and appreciate their obligations well, to strengthen  tenacity of the nationality’s spirit and useful moral in  the life of nation and state which includes seven unities as follow: Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi  pekerti luhur; Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung  tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan; dan Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.

Key words: Pancasila, human qualities, pencak silat, identity, and character.

Email: purbodjati@gmail.com, Website: http://www.purbodjati@gmail.com/blogspot http://www.purbodjati@yahoo.com/wordpress & http://www.purbo1958djati@yahoo.com/facebook

I. PENDAHULUAN.

1.  Pencak  Silat  Indonesia.

                   Pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga beladiri yang asli milik bangsa Indonesia.

Gambar 1: Festival Pencak Seni se Ranting Persaudaraan Setia Hati Terate  Plaosan Magetan di Obyek Wisata Telaga Sarangan Magetan tahun 1993. (e)  

Di samping sebagai olahraga, pencak silat juga merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Bila dianalisa bentuk gerak latihan atau pertandingan pencak silat, maka atraksi itu akan diiringi dengan gamelan/musik gendang yang unik.

Gerakan-gerakan yang dilakukan para pesilat, tampak mengandung tenaga, sekaligus juga merupakan gerakan yang indah dipandang mata karena menirukan gerakan kera, ular, harimau, bangau, merpati dan sebagainya.(9,12)

Saat ini, pencak silat sebagai olahraga dan seni telah banyak dipertandingkan dan dilombakan, di tingkat nasional maupun internasional. Orang-orang mancanegara telah banyak yang menggemarinya. Bahkan telah banyak  aliran-aliran yang mempunyai cabang di, Belanda, Perancis atau Amerika Serikat, Austria dan Negara lainnya.

2. Tentang Kwalitas Manusia.

Persoalan tentang manusia memang merupakan persoalan lama, tapi tak kunjung habis juga. Sebab setiap peringkat perjalanannya senantiasa menimbulkan problematika sendiri. Karena itu tema abadi dari perjalanan manusia adalah mengenal kemanusiaannya sendiri, suatu kearifan lama yang biasa kita dengar dari renungan filsafat, telaah ilmiah, malahan juga ajaran agama-agama besar. Tentu bukan kebetulan jika pembangunan kita mencanangkan pembangunan manusia seutuhnya sebagai tujuan besarnya. (7,10)

Namun kalau kali ini kita mengetengahkan kembali tema tentang manusia, bukanlah maksud kita sekedar mendendangkan lagu lama. Lebih dari  itu diera reformasi gelombang kedua ini, untuk menuntaskan agenda-agenda besar: reformasi , demokratisasi , dan rekonstruksi Indonesia pasca krisis. Kita rasakan masih muncul semacam disorientasi ; penolakan ; konflik ; kegamangan ; pesimisme; apatisme ; demoralisasi; kekosongan ; kemarahan; dan bahkan kebencian . Memang sebagian sudah dapat kita lewati. Sebagian masih kita rasakan sisanya. Sebagian masih terasa mencekam dalam kehidupan kita bersama dewasa ini.

Krisis budaya merupakan derita turunan akibat Pancasila dikubur hidup-hidup sejak 1998, dan berdampak ideologi kekerasan. Kita hidup di sebuah zaman…ketika uang dipuja-puja sebagai Tuhan. Dengan uang hubungan antar-manusia diukur dan ditentukan Ketika mobil, tanah, deposito, relasi, dan kepangkatan Ketika politik, ideologi, kekuasaan disembah sebagai Tuhan. Sehingga di negeri ini tidak jelas lagi batas antara halal dan haram.  Seperti membedakan warna benang putih dan hitam. Di hutan kelam, Jam satu malam.

Ketika 17 dari 33 Gubernur jadi tersangka, 52 % banyaknya. Ketika 47 dari 173 Bupati dan Walikota jadi tersangka, 36 % jumlahnya. Ketika 27 dari 50 anggota Komisi Anggaran DPR ditahan, 62 % jumlahnya. Saksikan begitu banyak orang yang menyembah uang dengan khusuknya. Uang dipuja dipertuhan, disucikan, ditinggikan sebagai berhala. Undang-undang dan peraturan dengan kaki diinjak secara leluasa. Kini kita teringat Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu lama kita melupa-lupakan.

Kita hidup di zaman ketika perilaku bangsa mulai berubah. Sedikit-sedikit tersinggung, teracung kepalan dan marah-marah.  Lalu merusak, membakar, dan menumpahkan darah. Menggoyang-goyang pagar besi hingga rebah.  Berteriak dengan kata-kata sumpah serapah. Hati meradang, suara serak, mata pun merah. Sungguh sirna citra bangsa yang ramah-tamah.  Kebringasan menggantikan senyum yang habis sudah.  Ucapan keji mengganti kosa-kata yang lembut dan lemah.  Kini kita teringat Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Habis-habisan kita mengabaikan.

Kita hidup sesudah bendungan besar roboh satu dasawarsa silam. Suaranya gemuruh menderu-deru ke seluruh penjuru. Membawa perubahan politik kenegaraan berbagai aspeknya. Tetapi bersama jebolnya bendungan itu, ikut terbawa pula. Berhanyutan nilai-nilai luar biasa tinggi harganya. Nilai keimanan, kejujuran, rasa malu, kerja keras, tenggang rasa.  Pengorbanan, tanggung jawab, ketertiban, pengendalian diri.  Remuk berkeping-keping karakter mulia bangsa.

Kita mencopet, mencuri, merampok, memeras dan menjarah . Kita adu mulut, main intrik, jegal menjegal, fitnah memfitnah.  Tidak lagi murni bersaudara membela kepentingan bersama. Kini kita teringat Sila Persatuan Indonesia. Dengan perasaan longgar kita melecehkannya.

            Berpuluh tahun kita mencari bentuk demokrasi. Yang tepat formatnya bagi kita dan serasi.

Tetapi masih juga bablas di sana-sini. Berpuluh tahun hukum kita tegakkan agar kukuh berdiri

Tegak dengan lurus berakar ke dalam bumi. Tetapi betapa rumitnyameneguhkan ini. Dengan hikmat kebijaksanaan yang sejati. Pendapat orang lain didengarkan dan dihormati. Menekan ego dan kehausan pada kemenangan pihak sendiri. Kini kita teringat pada Sila Kerakyatan Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan Kita tak lagi mempedulikan.

            Selesai satu krisis dua krisis lagi tiba. Bencana sedang menimpa timbul bencana kedua. Betapa berat merawat dua ratus juta mulut yang menganga. Sesudah gempa, tsunami, banjir air, dan banjir lumpur merajalela. Beban hutang 1.600 trilyun rupiahnya, terbungkuk rakyat dibuatnya. Alkohol, nikotin, heroin, kokain, sabu, ekstasi, ganja dan marijuana. Pornografi hp dan internet, bagian dari Gerakan Syahwat Merdeka. Seks tanpa aturan, gaya neo-liberal dan ultra-liberal merajalela

Setiap 15 detik seorang bayi diaborsi di ujung jalan jauh di sana. Yang menjadi korban senantiasa

lapisan rakyat yang paling sederhana. Kini kita teringat pada sila. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita picingkan kedua mata agar tak melihatnya (Taufik Ismail ,Jakarta, 25 Mei 2011).

            Dan semoga ini segera berakhir, diawali dari bangkitnya gerakan moral seratus lebih generasi muda mahasiswa  yang menyatu dalam  panggilan Unit Kegiatan Pencak Silat Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Ketika mendengar kembali ajakan Bung Karno, “Beri aku sepuluh pemuda Niscaya akan kita goncang dunia…!”  Dan para generasi muda yang gagah berani diforum ini terpanggil dan menjawabnya dengan lantang “Aku … kami tidak akan bertanya apa yang diberikan negara Indonesia tercinta kepadaku …. kepada kami”, “Sebagai pemuda-pemudi Indonesia akan aku … kami sumbangkan segenap jiwa raga untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menuju  kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan keluhuran moral .” Penentu pembangunan bangsa itu, tidak ada yang mampu melebihi faktor moral. Sekalipun ekonomi kuat dan militernya kuat, tapi kalau dasar moralnya tidak kuat, akan terjadi penindasan dan kehancuran.(15)     

Pada seminar nasional “MEMBENTUK GENERASI MUDA YANG BERBUDI LUHUR DENGAN IKATAN PERSAUDARAAN DALAM MENANGGULANGI KRISIS BUDAYA DI ERA GLOBALISASI” yang diprakarsai oleh UKM Pencak Silat Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, tulisan ini menyajikan suatu pokok pikiran pembudayaan olahraga pencak silat sebagai suatu alternatif proses pembentukan dan pengembangan kualitas manusia Indonesia yang bermoral Pancasila.

II. PERUMUSAN MASALAH.

Di dunia ini manusia tidak henti-hentinya mencari pengetahuan. Pada jaman manusia masih primitif harus dapat menjaga eksistensi hidupnya dari gangguan lingkungannya antara lain dari serangan binatang buas. Pada jaman kerajaan untuk menjaga ketahanan kerajaan dan rakyatnya diperlukan prajurit dan angkatan perang yang tangguh. Pada jaman penjajahan untuk menyusun kekuatan dan menanamkan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme sangat diperlukan untuk membebaskan diri mencapai kemerdekaan. Dan pada masa reformasi sekarang ini sangat diperlukan manusia-manusia yang berkualitas tinggi untuk dapat membangun dirinya sendiri dan bersama-sama dengan masyarakat bangsa mewujudkan negara Indonesia yang adil makmur dan makmur berkeadilan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.(1, 6, 12 )

Untuk dapat membentuk manusia yang berkualitas produktip dalam segala rangka dan suasana maka olahraga Pencak Silat sebagai salah satu bentuk pendidikan manusia yang utuh dan universal telah mampu membuktikan peranannya. Bagaimanakah konsepsi tentang hakekat kualitas manusia menurut Pencak Silat ? Dan apakah aspek-aspek aksiologi Pencak Silat itu ? Kedua permasalahan ini penulis tetapkan sebagai pilar untuk mengungkap konsepsi pendidikan olahraga pencak silat Indonesia yang lahir dari kristalisasi kepribadian nenek moyang bangsa Indonesia sendiri.

III. ANALISA MASALAH.

1. Konsepsi Umum Hakekat Manusia.

I.a. Konsep manusia dalam antropologi filsafat.

Ada lima tema antropologis yang merupakan kesatuan atau sistim koordinat. Masing-masing tema berkaitan satu dengan yang lain. Kelima tema antropologis ini membuka berbagai nilai dasar kemanusiaan. Ini hanyalah garis besarnya saja yang barangkoli dapat membantu untuk menemukan unsur-unsur kemanusiaan dan persoalannya dalam konteks mereka yang memperjuangkan kemanusiaannya. Sungguh riskan untuk menggambarkan manusia yang “utuh”, paripurna. Manusia adalah makluk historis dan gambaran tentang kemanusiaannya juga historis. Kelima tema antropologis tersebut adalah : (7, 8, 16)

  1. Dimensi “memiliki (to have) dan “ada” (to be) saling berkaitan.
  2. Manusia dikondisikan oleh strukur-struktur kemasyarakatan.
  3. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang diperjuangkan terus.
  4. Kesatuan aksi dan refleksi dalam praksis.
  5. Manusia terus menerus memberi makna pada dunianya.

l.b. Konsep manusia menurut Pancasila.

Secara sepintas kita dapat mengatakan bahwa hakekat manusia menurut Pancasila merupakan suatu makhluk yang monopluralis, maksudnya makluk serba dimensi, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Manusia yang serba dimensi itu merupakan makhluk Tuhan, sebagai pribadi dan sekaligus makluk sosial.

Filsuf Martin Heidegger dalam bukunya “Sean and Ze-it”, disebut “In-der-welt-Sein”. Manusia tidak mungkin berada tanpa implikasi dengan dunia. Manusia dan dunia merupakan kesatuan struktural, merupakan socius (sahabat) satu sama lain. Selaujutnva juga disebut sebagai “libendes Mit-Sein”, atau sebagai “Pribadi” yang otonom bersama “Pribadi yang lain”. Setelah manusia menyadari dirinya serba terkait, serba tergantung pada dunia ini, manusia sadar akan adanya Yang Mutlak, yang disebut Tuhan.

Dalam hubungannya dengan sila-sila Pancasila maka telah jelas bahwa, manusia sebagai makhluk pribadi mendasari pemikiran sila kedua, manusia sebagai makhluk sosial mendasari pemikiran sila ke tiga, empat, lima dan juga kedua; sedang manusia sebagai ciptaan atau makhluk Tuhan mendasari pemikiran sila pertama.(8)

1.c. Konsepsi Kualitas Manusia menurut Jumlah Penduduk.

Titik tolak sistematika konsepsional kualitas manusia dalam pembahasan ini adalah logika bahwa kualitas manusia dapat dilihat dari keadaannya yang bersifat fisik dan yang bersifat nonfisik serta output dari kedua unsur kualitas tersebut.

Kualitas fisik seorang manusia dapat dilihat dari ukuran/bobot fisiknya (misalnya tinggi badan dan berat badan), tenaga fisiknya, serta daya tahan fisiknya dari serangan penyakit. Kualitas non-fisik dapat dilihat dari kecerdasannya (akal), keadaan emosinya (rasa) dan budi serta imannya. Demikian pula, output dari kedua unsur kualitas tersebut dapat dilihat dari kreativitas, disiplinnya serta sifat kemandiriannya.

Kualitas fisik, non-fisik serta outputnya itu memerlukan suatu masukan yang mencukupi, agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Diantara masukan yang terpenting adalah gizi, pendidikan dan lingkungan (lingkungan fisik biologic dan social-ekonomi).(10)

Selanjutnya, perlu dipilah antara kualitas manusia dengan kualitas penduduk. Kualitas manusia sifatnya adalah perorangan (individual), sedangkan kualitas penduduk merupakan sifat umum sekelompok manusia. Adapun kerangka konsepsional pembahasan kualitas manusia dan penduduk dapat digambarkan dalam bagan berikut; (10)

Bagan 1: Bagan Kualitas Manusia dan Penduduk. (10)    

 

2.  Konsepsi Manusia Menurut Pencak Silat.

Gambar 2 :   Seorang pendekar memperagakan Silat dengan pakaian tradisional Bali. (14)    

Moto “Bahwa sesungguhnya pencak silat itu adalah kepribadianbangsa Indonesia, bangsa yang tidak berpribadi adalah bangsa yang terjajah jiwanya”, ini merupakan salah satu potret suatu bangsa. Oleh karena itu pencak silat merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.(6)

Menurut Tubagus Djamhari, “Pencak Silat” adalah pencak berarti ,panca, sedangkan kaki artinya persentuhan tubuh, raga atau fisik dan silat berarti silaturahmi, beramah tamah dan persaudaraan. (6, 12)

Pencak silat sebagai salah satu bentuk ajaran budi-luhur pada tingkat pertama berintikan seni olahraga yang mengandung unsur-unsur pembelaan diri untuk mempertahankan kehormatan, keselamatan, dan kebahagiaan serta kebenaran dalam hidup dan kehidupan ini.(6) Oleh karena itu pembentukan kepribadian bangsa pada hakekatnya tanpa mengingkari segala martabat keduniawian, tidak kandas dan tenggelam pada pelajaran olahraga pencak silat sebagai pendidikaa kebutuhan saja, melainkan lebih lanjut menyelami kedalam lembaga kejiwaan untuk memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pada pengaruh rangka dan suasana.

Berdasarkan kajian yang menyangkut antropologi dan sosiologi dapatlah dikatakan bahwa Pencak Silat merupakan fenomena antropologis dan sekaligus juga sosiologis. Pencak Silat adalah fenomena sosioantropologis.(12) Dalam bentuk-embrionalnya, Pencak Silat adalah wujud sikap dan gerak manusia sebagai penjelmaan dari aktivitas budinya untuk mengamankan dan menyejahterakan diri dan masyarakatnya. Sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat sebagai buah usaha budi daya atau aktivitas budi seluruh warganya, ia telah dikembangkan oleh para local genius, yakni orang atau sekelompok orang pandai dan kreatif yang menonjol dan nyata sumbangan buah usaha budi dayanya bagi perkembangan budaya masyarakatnya. (12)

Istilah perkembangan mempunyai konotasi kualitatif. Berbeda dengan istilah pertumbuhan yang berkonotasi kuantitatif. Pencak Silat telah dikembangkan dari bentuk dan sifatnya sebagai tuntutan kebutuhan sosial-budaya. Dari eksistensi awalnya yang diilhami fenomena alam, Pencak Silat telah dikembangkan dan menjadi fenomena sosial-budaya. (12)

Gambar 3 : Peragaan pencak silat pemimpin perguruan pencak silat Panglipur. (14)  

Jati diri karakter bangsa tercermin dalam Visi dan misi pencak silat yang berintikan pada 3 konsepsi, yakni:

1) Ajaran Budi Pekerti Luhur Sebagai Dimensi Kejiwaan Pencak Silat, yakni terbentuknya manusia yang perkasa tetapi rendah hati (tawadhu), yang dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) disesantikan dengan bhirawa anuraraga, yang berarti perkasa tetapi rendah hati.

Manusia yang demikian itu dilambangkan sebagai batang padi yang merunduk karena butir padinya yang lebat isinya. Semakin lebat dan berisi padinya, semakin merunduk batangnya.

2) Ikrar Pesilat, merupakan kewajiban bagi setiap Pesilat dalam kapasitas dan kualitanya untuk selalu mengamalkan nilai-nilai moral universal yang meliputi 5 kesatuan, yakni: Pesilat adalah pribadi yang berbudi pekerti luhur; Pesilat adalah manusia yang menghormati sesamanya serta mencintai persahabatan dan perdamaian; Pesilat adalah manusia yang senantiasa berpikir dan bertindak positif, kreatif dan dinamis; Pesilat adalah kesatria yang menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan serta senantiasa tahan-uji    dalam menghadapi cobaan dan godaan; dan Pesilat adalah kesatria yang senantiasa bertanggungjawab atas kata-kata dan perbuatan-perbuatannya.

3) Prasetya Pesilat Indonesia merupakan pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam menghayati dengan baik dan benar untuk memperkuat ketahanan semangat kebangsaan dan akhlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang berintikan 7 kesatuan sebagai berikut: Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi  pekerti luhur; Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung  tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan; dan Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.

Kegiatan pengembangan itu berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi hingga menjadi bentuk dan sifatnya seperti sekarang ini. Menurut hasil pengamatan, wujud, atau bentuk dan sifat, Pencak Silat yang diketahui sekarang ini meliputi 3 hal pokok, yakni:

  1. Ia bersumber dan merupakan bagian dari budaya masyarakat dalam hal ini masyarakat rumpun Melayu, dimana masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya dan merupakan mayoritas.
  2. Ia dijiwai oleh suatu falsafah yang dinamakan falsafah budi pekerti luhur, yang sekaligus juga merupakan sumber motivasi di dalam penggunaannya.

Ia mempunyai aspek mental-spiritual, beladiri, seni dan Olahraga sebagai satu kesatuan, dimana aspek mental-spiritual yang berarti budi pekerti (mental) dan kerokhanian/keagamaan (spiritual) ini merupakan inti-aktualisasi falsafah budi pekerti luhur dalam wujud pengendalian diri.

            Semuanya itu sebagai satu kesatuan, yakni warna budaya masyarakat Indonesia (Rumpun Melayu), jiwa falsafah budi pekerti luhur dan substansinya yang beraspek mental-spiritual, beladiri, seni dan olahraga, merupakan identitas pencak silat.(12)

Falsafah adalah konsepsi dasar pandangan dan kebijaksanaan manusia di dalam mengarungi perjalanan dan mencapai tujuan hidupnya. Falsafah budi pekerti luhur adalah konsepsi pandangan dan kebijaksanaan hidup yang berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan budi pekerti luhur dalam kehidupan manusia. Budi (mind) adalah aktivitas jiwa yang berunsur akal, rasa dan kehendak. Kata padanan budi adalah adab atau hati nurani. Kata padanan pekerti (character/manner) adalah akhlak. Budi pekerti sepintas nampak sama dengan mentalitas atau sikap mental, tetapi budi pekerti berkonotasi positif, sedangkan mentalitas berkonotasi netral, artinya bisa positif dan bisa negatif. Budi pekerti luhur adalah akal, rasa, kehendak dan akhlak yang mulia. Amalan pokok budi pekerti luhur oleh manusia yang merupakan ke wajiban luhur (noblesse oblige) adalah: a) Sebagai. makhluk Tuhan, manusia wajib beriman dan bertakwa kepada Tuhan, b) Sebagai makhluk pribadi, manusia wajib terus menerus meningkatkan kualitas dirinya, c) Sebagai  makhluk sosial,  manusia  wajib  bersolidaritas  social menempatkan  kepentingan sosial diatas kepentingan pribadi serta mengabdikan dirinya dalam rangka mewujudkan keadilan, kemajuan dan kesejahteraan social, d) Sebagai makhluk alam, semesta, manusia wajib melestarikan kondisi dan keseimbangan unsur-unsur slam semesta yang bernilai dan bermutu bagi kemajuan dan kesejahtera an umat manusia secara adil dan beradab. Semuanya itu dalam rangka mewujudkan cita-cita moral masyarakat yang luhur. ( 12, 16 )

Berdasarkan pada identitasnya, nilai-nilai luhurnya, dan prasetya pesilatnya, Pencak Silat yang diajarkan di per guruan-perguruan pada hakekatnya adalah substansi dan sarana pendidikan rohani dan jasmani untuk membangun manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dan berkepribadian Pancasila. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional berdasar kan Pancasila untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan trengginas. (12)

Amalan falsafah budi pekerti luhur yang menjiwai dan merupakan sumber motivasi penggunaan Pencak Silat secara singkat padat dapat dirumuskan dalam ungkapan: takwa, tanggap, tangguh, tanggon dan trengginas. (6, 12 )

Konotasi takwa adalah beriman kepada. Tuhan Yang Maha Esa serta melaksanakan ajaran-ajaran-NYA secara konsisten dan konsekuen.

Konotasi tanggap adalah cerdas, mampu mengantisipasi gelagat atau kecenderungan serta mengambil tindakan adaptif dan relevan apabila gelagat itu menjadi. kenyataan.

Konotasi tangguh adalah ulet serta mampu mengembangkan kemampuan didalam menghadapi dan mengatasi berbagai, tan tangan dan permasalahan.

Konotasi tanggon adalah mampu mengendalikan dirikon sekuen terhadap prinsip, berdisiplin serta tahan uji terhadap setiap godaan dan cobaan.

Konotasi trengginas adalah energik, lincah, dinamis, kreatif, inovatif dan eksploratif didalam memanfaatkan peluang-peluang positif yang ada maupun mengejar kemajuan secara terus menerus.

Tak dapat disangkal bahwa amalan itu mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.(6, 12)

3. Nilai-Nilai Aksiologi dalam Pencak Silat.

Satu dari, tiga masalah pokok yang harus dipenuhi oleh manusia dalam upaya memperoleh pengetahuan adalah “Apakah nilai pengetahuan, pencak silat bagi manusia?” Untuk memenuhi persyaratan tersebut penulis uraikan unsur unsur pokok yang terkandung dalam ajaran pencak silat.

a. Persaudaraan.

Persaudaraan adalah unsur utama dalam ajaran pencak silat. Maksudnya adalah persaudaraan yang kekal dan abadi yang diibaratkan sebagai saudara sekandung, seayah seibu.Tidak membedakan tinggi rendahnya nilai-nilai keduniawian, seperti pangkat, kekayaan dan sebagainya; melainkan suatu per saudaraan yang berintikan “makhluk berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Ini untuk mempertebal rasa kebersamaan dan memupuk aspek sosial.(6)

  • Olahraga.

Pelajaran pencak silat didalamnya terkandung unsur-unsur keolahragaan yang berpedoman pada kausalitas harapan “mensana in corepore sano”, yang artinya diharapkan di dalam tubuh yang sehat akan terdapat jiwa yang sehat pula. Sehingga mendidik manusia agar sehat lahir dan bathin, serta ikut menggelorakan program memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.(6, 9)

Selaras dengan pesan dalam artikel the Character of Physical Education and Sport yang telah diadopsi oleh Unesco pada tahun 1978 bahwa manusia bergerak dan berolahraga untuk hidup, karena pada hakikatnya merupakan keniscayaan hidup. Gerak itu sendiri sejatinya merupakan ciri hidup. Manusia bergerak dengan berbagai motifnya melakukan olahraga untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu kehidupannya. Oleh karena itu sudah menjadi kelaziman bahwa olahraga telah menjadi hak setiap orang yang mendasar. (3) Spirit inilah yang akhirnya dimanifestasikan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, khususnya Pasal 6 yang menyatakan antara lain bahwa : “ Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk a) melakukan kegiatan olahraga ; b) memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga ; c) memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang sesuai dengan bakat dan minatnya, d) memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam berolahraga… “ (2)

Konsepsi manusia yang ideal dalam olahraga adalah jelas sesuai dengan tujuannya, yaitu manusia yang sehat jasmani, sehat rohani dan sehat sosial Berta terhindar dari cacat tubuh dan penyakit. Oleh karena itulah make olahraga berfungsi sebagai sarana pendidikan yang bertujuan untuk: a) Meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan badan, b) Meningkatkan kesegaran jasmani, c) Menanamkan kehidupan yang sehat, d) Meningkatkan ketangkasan/ketrampilan, e) Meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan, f) Menanamkan rasa sosial, kehidupan yang kreatif dan rekreatif, dan g) Menanamkan budi pekerti luliur. (1, 4, 5, 9, 17 )

            Pelaksanaan program pelatihan pencaksilat memerlukan modalitas pemahaman ilmu Keolahragaan, yang meliputi sinergi dari sekurangnya 3 bidang ilmu, yakni: Ilmu-Ilmu Pengetahuan Alam (natural sceinces), Ilmu-Ilmu Sosial (social science), dan Ilmu Humaniora (Humaniora Science). ( 13 )

  • Beladiri.

Pelajaran pencak silat bukan ditujukan untuk mencari lawan melainkan sebagai alat pembelaan diri, suatu sarana untuk membentuk kepribadian yang percaya kepada diri sendiri serta berjiwa ksatria, untuk membela dan melindungi kepada si-lemah atas dasar kebenaran dan keadilan.( 6 )

  • Kesenian.

Kandungan unsur kesenian dalam pencak silat, khususnya seni gerak yang dipadukan dengan irama gamelan yang serrasi maka keseragaman dari unsur birama, biraga dan birasa akan memiliki nilai seni gerak yang indah, yang bercirikan budaya Indonesia asli.( 6 )

  • Kerokhanian.

    Dengan kerokhanian diharapkan agar setiap warga pencak silat silat menghayati yang sedalam-dalamnya bahwa alam seisinya termasuk manusia adalah ciptaan Tuhan, oleh karena itu apa yang diperoleh dari ajaran pencak-silat hendaknya diterapkan dan diamalkan sesuai dengan petunjuk Tuhan. Adapun satu-satunya petunjuk Tuhan adalah tertuang dalam ajaran agama, baik itu agama Islam, Kristen, Hindu, Budha maupun agama Khong Hucu. Manusia wajib melaksanakan segala perintah-NYA dan meninggalkan larangan-NYA. ( 6 )

       Jadi dalam perkembangannya olahraga pencak-silat ber pedomen pada: (1). Hukum-hukum kehidupan, dan (2). Ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa.

Menyadari bahwa dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal selalu berpotensi munculnya beragam Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan, maka penyiapan strategi pengatasannya harus dihindarkan dari kemungkinan terjadinya distorsi. Mengingat dari kajian empirik yang didasarkan pada fakta-fakta lapangan dengan didukung oleh analisis teoretik, ditemukan bukti bahwa konflik kekerasan antar oknum kelompok perguruan terjadi karena proses pembentukan identitas sosial yang terdistorsi. ( 11 )

Salah satu diantaranya adalah perlunya pemahaman terhadap Kondisi psikologis yang berpotensi konflik sebelum, saat kejadian, dan setelah kejadian: a. Sebelum kejadian, pelaku mengalami hal-hal sebagai berikut: 1) Perceived norm violation, 2) Relative deprivatio, 3) Selfesteem dispossession, 4) Frustration, 5) Perceived group support, dan 5) Perceived social role. b. Saat kejadian, pelaku mengalami hal-hal sebagai berikut: 1) Deindividuation, 2) Dehumanization of the opposition. Dan c. Setelah kejadian, pelaku mengalami hal-hal sebagai berikut: 1) Selfdefense mechanism dan 2) Penyesalan. ( 11 )

Pembekalan sedini mungkin tentang fakta teoritik dan empirik tersebut dapat dijadikan bekal untuk menekan sampai ketitik nihil tergangguynya hasil penumbuh kembangan karakter melalui pencak silat. Pencak silat membentuk karakter manusia yang jujur dan disiplin (Anies Rasyid Baswedan, 2015: 1).

IV. PENUTUP.

1, Kesimpulan,

Eksistensi pencak-silat sebagai fenomena sosial-budaya memiliki jati diri dan kepribadian yang berakar dari karakter budaya masyarakat Indonesia (Rumpus Melayu), dijiwai substansi yang beraspek mental-spiritual, beladiri, seni dan olahraga.

Berdasarkan pada jati diri kepribadiannya, serta nilai-nilai luhurnya dan prasetya pesilatnya, pencak silat pada hakekatnya merupakan substansi dan sarana pendidikan rohani dan jasmani serta kemasyarakatan untuk membangun manusia utuh yang berbudi pekerti luhur dan berkepribadian Pancasila, yang berarti memberikan kontribusi terhadap tujuan pendidikan nasional dalam membentuk dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia.

2, Sumbangan saran.

Olahraga pencak silat sebagai salah satu wahana pendidikan yang mentransformasikan nilai-nilai karakter kehidupan yang luhur dalam membentuk manusia Indonesia yang berkualitas perlu dilembagakan pelaksanaannya di masyarakat, sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang berkepribadian luhur. Pencak Silat adalah kepribadian luhur bangsa Indonesia, dan bangsa yang tidak berkepribadian adalah bangsa yang terjajah jiwanya, oleh karena itu pencak-silat harus dilestarikan.

            Pengkajian dan penulisan tentang pencak silat perlu dibudayakan dalam upaya menggali dan mengembangkan nilai-nilainya untuk selalu disesuaikan perkembangan sejarah umat manusia, tanpa meninggalkan nilai dasarnya.

KEPUSTAKAAN

  1. Abdoelah, Arma, M.Sc; 1981, Olahraga untuk perguruan tinggi,  PT. Sastra Hudaya Yogyakarta.
  2. Baswedan, Anies Rasyid, 2015, Pencak Silat Bagian Pembentukan Karakter Anak,,http://news.lipu  tan6.com/read/2176029/menteri-anies-pencak-silat-bagian-pembentukan-karakter-anak, diunduh, Senin, 09 Maret 2015, iam 07.30 WIB.
  • Biro Humas Dan Hukum Kemenegpora RI,Tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Dilengkapi Dengan PP 16, 17 dan 18,  Jakarta.
  • Cholik, Toho Mutohir dan Ali Maksum. 2007. Sport Development Index (Konsep,   Metodologi dan Aplikasi). Jakarta.
  • Djamadin, Anwar, 1979, Arti Olahraga Dalam Pembangunan Indonesia. Kertas kerja disampaikan dalam seminar Sport Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, tanggal 21 – 22 Desember 1981.
  • DEPDIKBUD, 1979,A t I e t i k I, Sejarah-Tehnik-Metodik Untuk SGO. PT. Garuda Maju Cipta, Jakarta.
  • DEWAN PUSAT Persaudaraan Setia-Hati Terate; 1986, Materi Ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate. Yayasan Pendidikan P.SHT Madiun; untuk keperluan kalangan sendiri.
  • Katteof, Louis 0; 1989, Pengantar Filsafat.Sebuah buku pegangan untuk mengenal filsafat, alih bahasa Sarjana Soemargono, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta.
  • Hartoko, Dick, 1985, Memanusiakan Manusia Muda, Tinjauan pendidikan Humaniora, ,cetakan pertama, Yayasan Kanisius, B.P.K. Gunung Mulia, Jakarta 10420.
  • LP3ES;  1978,Olahraga Untuk Apa ?, Majalah Prisma, No. 4, Tahun III, Mei, 1978, Jakarta.
  • LP3ES; 1984, Kualitas Manusia, Majalah Prisma, No. 9,Tahun XIII, 1984, Jakarta.
  • Maksum, Ali, Dr.;M. Pd; Drs. Purbodjati, M.S; Drs. H. Isbondo Cahyono, M. Kes; 2007, KONFLIK KEKERASAN ANTAR KELOMPOK PERGURUAN PENCAKSILAT: Studi Kasus di Daerah Madiun, Laporan Penelitian Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 038/SP2H/DP2M/III/2007, tanggal 29 Maret 2007.
  • PB-IPSI, 2012, Pencak Silat, http://id.wikipedia.org/wiki/Pencak_silat/Ting-kat_kemahiran,   diakses, Senin, 5 November 2012, jam 12.08 wib.
  • PB. IPSI; 1989, Citra Pencak Silat Indonesia, Makalah disampaikan dalam diskusi panel Lustrum VI Institut Teknologi Bandung, tanggal 28 Maret-4 April 1989.
  • Purbodjati, 2008, Dasar-Dasar Melatih Atlit Pencak silat, Makalah disajikan pada Sarasehan Dan Penyegaran Petugas Wasit-Juri Pencak Silat Guru Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Se Kabupaten Magetan,  Di Ruang Pertemuan Kantor DIKNAS Kab. Magetan Jawa Timur,  Hari Jum’at-Sabtu, Tgl 25-26 April 2008.
  • Purbodjati, 2013, Dimensi Kepelatihan Olahraga Pencak Silat Indonesia Di Kota Surabaya,  Artikel Disertasi Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pascasarjana,Universitas Negeri Surabaya Tahun 2013.  hal. 1-32.
  • Purbodjati, 2009, Olahraga Pencak Silat Dalam Aspek : Sejarah, Aliran Perguruan, Daya Ledak Dan Gerak, Buku Ajar Mahasiswa Program Studi Ilmu Keolahragaan Jurusan Pendidikan Kersehatan Dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Surabaya.
  • Shihab, Quraish, HM, 2010, Dekadensi Moral Bangsa Akibatkan Lost Generation, Wawancara Pakar Tafsir Alquran, Prof Dr HM Quraish Shihab dengan wartawan Fajar, Hamsah Umar di Graha Pena Makassar, Minggu malam, 25 April 2010 http://lifestyle.fajar.co.id/read/90313/47/dekadensi-moral-bangsa-akibatkan-lost-generation, diakses, Sabtu, 20-11-2010, jam 16.00 wib.
  • Suriasumantri, Yuyun S; Ilmu DalamPrespektif Moral, So sial Dan Politik, sebuah dialog tentang dunia keilmuan dewasa ini, PT. Gramedia, Jakarta, 1986.
  • Sukiyo, 1986, Azas-azas Pandidikan Keolahragaan Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tinggalkan komentar

Kategori