PURBODJATI

( Program Studi Ilmu Keolahragaan Jurusan Pendidikan Kesehatan & Rekreasi Universitas Negeri Surabaya )

ILMU YANG BERMANFAAT

Abstrak:

Jati diri kebanyakan anak bangsa kini telah hilang, dan  berdampak merusak karakter bangsa. Peran keluarga, masyarakat dan sekolah dalam menumbuh kembangkan fondasi karakter anak bangsa perlu direvitalisasi. Modal dasarnya ada 2, yakni semakin memperkuat konsepsi dan aplikasi: konsensus nasional (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,  Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional)(18) dan kearifan lokal (diantaranya Pencak silat).

Dengan belajar Pencak silat mereka dapat menemukan jati diri, mau diajak kembali membangun karakternya, dan secara bersama membangun karakter bangsa sehingga NKRI kembali menjadi bangsa yang mempunyai ketahanan jati diri yang mantap.

Jati diri karakter bangsa tercermin dalam Visi dan misi pencak silat yang berintikan pada 3 konsepsi, yakni: 1) Ajaran Budi Pekerti Luhur Sebagai Dimensi Kejiwaan Pencak Silat, adalah terbentuknya manusia yang perkasa tetapi rendah hati (tawadhu), yang dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) disesantikan dengan bhirawa anuraraga, yang berarti perkasa tetapi rendah hati. Manusia yang demikian itu dilambangkan sebagai batang padi yang merunduk karena butir padinya yang lebat isinya. Semakin lebat dan berisi padinya, semakin merunduk batangnya; 2) Ikrar Pesilat, merupakan kewajiban bagi setiap Pesilat dalam kapasitas dan kualitanya untuk selalu mengamalkan nilai-nilai moral universal yang meliputi 5 kesatuan, yakni: Pesilat adalah pribadi yang berbudi pekerti luhur; Pesilat adalah manusia yang menghormati sesamanya serta mencintai persahabatan dan perdamaian; Pesilat adalah manusia yang senantiasa berpikir dan bertindak positif, kreatif dan dinamis; Pesilat adalah kesatria yang menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan serta senantiasa tahan-uji    dalam menghadapi cobaan dan godaan; dan Pesilat adalah kesatria yang senantiasa bertanggungjawab atas kata-kata dan perbuatan-perbuatannya; dan 3) Prasetya Pesilat Indonesia merupakan pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam menghayati dengan baik dan benar untuk memperkuat ketahanan semangat kebangsaan dan akhlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang berintikan 7 kesatuan sebagai berikut: Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi  pekerti luhur; Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung  tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan; dan Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.

Kata kunci: Pancasila, kualitas manusia, pencak silat, jati diri, dan karakter.

Email: purbodjati@gmail.com, purbodjati@unesa.ac.id

Akunwebblog: https://purbodjati.wordpress.com/

PENCAK SILAT FORMS THE QUALITIES OF INDONESIA PEOPLE CHARACTERIZE

OF  NATION IDENTITY

oleh:

PURBODJATI

(Program Study of Sport Science, Health and Recreation Education Departement, State University of  Surabaya )

Abstrack :

            Now a days, identity of children’ nation has lost and it damages the nation’s character. The role of family, society, and school to build the foundation of children nation’ character needs to be revitalized.  There are two basic principles; more strengthen the conception and application: national’s consensus (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,  Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional) and (18) national’s wisdom.

By learning pencak silat they can find their identity, they want to be invited again to build their character, and then build nation’s character together in order that NKRI returns to be a nation which has a stable tenacity of identity.

Identity of nation’s character is reflected in the vision and mision of pencak silat which consists of three conceptions;

 1). The doctrine of nobly character as a phsycologists dimension of pencak silat, that is the formed of powerful human but humble (tawadhu) which in kawi language (old javanese) is represented by bhirawa anurarag,means that powerful but humble. This kind of person is symbolized as rice stem which is bending (batang padi yang merunduk) because the rice grain is dense. The more dense and full its rice, the more stoop its stem;

2) pledge of pesilat(Ikrar Pesilat),is the obligation for every pesilat  in their capacity and quality to practice the moral values which includes five unities, there are: Pesilat adalah pribadi yang berbudi pekerti luhur; Pesilat adalah manusia yang menghormati sesamanya serta mencintai persahabatan dan perdamaian; Pesilat adalah manusia yang senantiasa berpikir dan bertindak positif, kreatif dan dinamis; Pesilat adalah kesatria yang menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan serta senantiasa tahan-uji    dalam menghadapi cobaan dan godaan; dan Pesilat adalah kesatria yang senantiasa bertanggungjawab atas kata-kata dan perbuatan-perbuatannya;and

3) Prasetya Pesilat Indonesia is the declaration of Indonesian pesilat to themselves in order to fulfill and appreciate their obligations well, to strengthen  tenacity of the nationality’s spirit and useful moral in  the life of nation and state which includes seven unities as follow: Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi  pekerti luhur; Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung  tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan; dan Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.

Key words: Pancasila, human qualities, pencak silat, identity, and character.

Email: purbodjati@gmail.com, Website: http://www.purbodjati@gmail.com/blogspot http://www.purbodjati@yahoo.com/wordpress & http://www.purbo1958djati@yahoo.com/facebook

I. PENDAHULUAN.

1.  Pencak  Silat  Indonesia.

                   Pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga beladiri yang asli milik bangsa Indonesia.

Gambar 1: Festival Pencak Seni se Ranting Persaudaraan Setia Hati Terate  Plaosan Magetan di Obyek Wisata Telaga Sarangan Magetan tahun 1993. (e)  

Di samping sebagai olahraga, pencak silat juga merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Bila dianalisa bentuk gerak latihan atau pertandingan pencak silat, maka atraksi itu akan diiringi dengan gamelan/musik gendang yang unik.

Gerakan-gerakan yang dilakukan para pesilat, tampak mengandung tenaga, sekaligus juga merupakan gerakan yang indah dipandang mata karena menirukan gerakan kera, ular, harimau, bangau, merpati dan sebagainya.(9,12)

Saat ini, pencak silat sebagai olahraga dan seni telah banyak dipertandingkan dan dilombakan, di tingkat nasional maupun internasional. Orang-orang mancanegara telah banyak yang menggemarinya. Bahkan telah banyak  aliran-aliran yang mempunyai cabang di, Belanda, Perancis atau Amerika Serikat, Austria dan Negara lainnya.

2. Tentang Kwalitas Manusia.

Persoalan tentang manusia memang merupakan persoalan lama, tapi tak kunjung habis juga. Sebab setiap peringkat perjalanannya senantiasa menimbulkan problematika sendiri. Karena itu tema abadi dari perjalanan manusia adalah mengenal kemanusiaannya sendiri, suatu kearifan lama yang biasa kita dengar dari renungan filsafat, telaah ilmiah, malahan juga ajaran agama-agama besar. Tentu bukan kebetulan jika pembangunan kita mencanangkan pembangunan manusia seutuhnya sebagai tujuan besarnya. (7,10)

Namun kalau kali ini kita mengetengahkan kembali tema tentang manusia, bukanlah maksud kita sekedar mendendangkan lagu lama. Lebih dari  itu diera reformasi gelombang kedua ini, untuk menuntaskan agenda-agenda besar: reformasi , demokratisasi , dan rekonstruksi Indonesia pasca krisis. Kita rasakan masih muncul semacam disorientasi ; penolakan ; konflik ; kegamangan ; pesimisme; apatisme ; demoralisasi; kekosongan ; kemarahan; dan bahkan kebencian . Memang sebagian sudah dapat kita lewati. Sebagian masih kita rasakan sisanya. Sebagian masih terasa mencekam dalam kehidupan kita bersama dewasa ini.

Krisis budaya merupakan derita turunan akibat Pancasila dikubur hidup-hidup sejak 1998, dan berdampak ideologi kekerasan. Kita hidup di sebuah zaman…ketika uang dipuja-puja sebagai Tuhan. Dengan uang hubungan antar-manusia diukur dan ditentukan Ketika mobil, tanah, deposito, relasi, dan kepangkatan Ketika politik, ideologi, kekuasaan disembah sebagai Tuhan. Sehingga di negeri ini tidak jelas lagi batas antara halal dan haram.  Seperti membedakan warna benang putih dan hitam. Di hutan kelam, Jam satu malam.

Ketika 17 dari 33 Gubernur jadi tersangka, 52 % banyaknya. Ketika 47 dari 173 Bupati dan Walikota jadi tersangka, 36 % jumlahnya. Ketika 27 dari 50 anggota Komisi Anggaran DPR ditahan, 62 % jumlahnya. Saksikan begitu banyak orang yang menyembah uang dengan khusuknya. Uang dipuja dipertuhan, disucikan, ditinggikan sebagai berhala. Undang-undang dan peraturan dengan kaki diinjak secara leluasa. Kini kita teringat Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu lama kita melupa-lupakan.

Kita hidup di zaman ketika perilaku bangsa mulai berubah. Sedikit-sedikit tersinggung, teracung kepalan dan marah-marah.  Lalu merusak, membakar, dan menumpahkan darah. Menggoyang-goyang pagar besi hingga rebah.  Berteriak dengan kata-kata sumpah serapah. Hati meradang, suara serak, mata pun merah. Sungguh sirna citra bangsa yang ramah-tamah.  Kebringasan menggantikan senyum yang habis sudah.  Ucapan keji mengganti kosa-kata yang lembut dan lemah.  Kini kita teringat Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Habis-habisan kita mengabaikan.

Kita hidup sesudah bendungan besar roboh satu dasawarsa silam. Suaranya gemuruh menderu-deru ke seluruh penjuru. Membawa perubahan politik kenegaraan berbagai aspeknya. Tetapi bersama jebolnya bendungan itu, ikut terbawa pula. Berhanyutan nilai-nilai luar biasa tinggi harganya. Nilai keimanan, kejujuran, rasa malu, kerja keras, tenggang rasa.  Pengorbanan, tanggung jawab, ketertiban, pengendalian diri.  Remuk berkeping-keping karakter mulia bangsa.

Kita mencopet, mencuri, merampok, memeras dan menjarah . Kita adu mulut, main intrik, jegal menjegal, fitnah memfitnah.  Tidak lagi murni bersaudara membela kepentingan bersama. Kini kita teringat Sila Persatuan Indonesia. Dengan perasaan longgar kita melecehkannya.

            Berpuluh tahun kita mencari bentuk demokrasi. Yang tepat formatnya bagi kita dan serasi.

Tetapi masih juga bablas di sana-sini. Berpuluh tahun hukum kita tegakkan agar kukuh berdiri

Tegak dengan lurus berakar ke dalam bumi. Tetapi betapa rumitnyameneguhkan ini. Dengan hikmat kebijaksanaan yang sejati. Pendapat orang lain didengarkan dan dihormati. Menekan ego dan kehausan pada kemenangan pihak sendiri. Kini kita teringat pada Sila Kerakyatan Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan Kita tak lagi mempedulikan.

            Selesai satu krisis dua krisis lagi tiba. Bencana sedang menimpa timbul bencana kedua. Betapa berat merawat dua ratus juta mulut yang menganga. Sesudah gempa, tsunami, banjir air, dan banjir lumpur merajalela. Beban hutang 1.600 trilyun rupiahnya, terbungkuk rakyat dibuatnya. Alkohol, nikotin, heroin, kokain, sabu, ekstasi, ganja dan marijuana. Pornografi hp dan internet, bagian dari Gerakan Syahwat Merdeka. Seks tanpa aturan, gaya neo-liberal dan ultra-liberal merajalela

Setiap 15 detik seorang bayi diaborsi di ujung jalan jauh di sana. Yang menjadi korban senantiasa

lapisan rakyat yang paling sederhana. Kini kita teringat pada sila. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita picingkan kedua mata agar tak melihatnya (Taufik Ismail ,Jakarta, 25 Mei 2011).

            Dan semoga ini segera berakhir, diawali dari bangkitnya gerakan moral seratus lebih generasi muda mahasiswa  yang menyatu dalam  panggilan Unit Kegiatan Pencak Silat Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Ketika mendengar kembali ajakan Bung Karno, “Beri aku sepuluh pemuda Niscaya akan kita goncang dunia…!”  Dan para generasi muda yang gagah berani diforum ini terpanggil dan menjawabnya dengan lantang “Aku … kami tidak akan bertanya apa yang diberikan negara Indonesia tercinta kepadaku …. kepada kami”, “Sebagai pemuda-pemudi Indonesia akan aku … kami sumbangkan segenap jiwa raga untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menuju  kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan keluhuran moral .” Penentu pembangunan bangsa itu, tidak ada yang mampu melebihi faktor moral. Sekalipun ekonomi kuat dan militernya kuat, tapi kalau dasar moralnya tidak kuat, akan terjadi penindasan dan kehancuran.(15)     

Pada seminar nasional “MEMBENTUK GENERASI MUDA YANG BERBUDI LUHUR DENGAN IKATAN PERSAUDARAAN DALAM MENANGGULANGI KRISIS BUDAYA DI ERA GLOBALISASI” yang diprakarsai oleh UKM Pencak Silat Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, tulisan ini menyajikan suatu pokok pikiran pembudayaan olahraga pencak silat sebagai suatu alternatif proses pembentukan dan pengembangan kualitas manusia Indonesia yang bermoral Pancasila.

II. PERUMUSAN MASALAH.

Di dunia ini manusia tidak henti-hentinya mencari pengetahuan. Pada jaman manusia masih primitif harus dapat menjaga eksistensi hidupnya dari gangguan lingkungannya antara lain dari serangan binatang buas. Pada jaman kerajaan untuk menjaga ketahanan kerajaan dan rakyatnya diperlukan prajurit dan angkatan perang yang tangguh. Pada jaman penjajahan untuk menyusun kekuatan dan menanamkan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme sangat diperlukan untuk membebaskan diri mencapai kemerdekaan. Dan pada masa reformasi sekarang ini sangat diperlukan manusia-manusia yang berkualitas tinggi untuk dapat membangun dirinya sendiri dan bersama-sama dengan masyarakat bangsa mewujudkan negara Indonesia yang adil makmur dan makmur berkeadilan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.(1, 6, 12 )

Untuk dapat membentuk manusia yang berkualitas produktip dalam segala rangka dan suasana maka olahraga Pencak Silat sebagai salah satu bentuk pendidikan manusia yang utuh dan universal telah mampu membuktikan peranannya. Bagaimanakah konsepsi tentang hakekat kualitas manusia menurut Pencak Silat ? Dan apakah aspek-aspek aksiologi Pencak Silat itu ? Kedua permasalahan ini penulis tetapkan sebagai pilar untuk mengungkap konsepsi pendidikan olahraga pencak silat Indonesia yang lahir dari kristalisasi kepribadian nenek moyang bangsa Indonesia sendiri.

III. ANALISA MASALAH.

1. Konsepsi Umum Hakekat Manusia.

I.a. Konsep manusia dalam antropologi filsafat.

Ada lima tema antropologis yang merupakan kesatuan atau sistim koordinat. Masing-masing tema berkaitan satu dengan yang lain. Kelima tema antropologis ini membuka berbagai nilai dasar kemanusiaan. Ini hanyalah garis besarnya saja yang barangkoli dapat membantu untuk menemukan unsur-unsur kemanusiaan dan persoalannya dalam konteks mereka yang memperjuangkan kemanusiaannya. Sungguh riskan untuk menggambarkan manusia yang “utuh”, paripurna. Manusia adalah makluk historis dan gambaran tentang kemanusiaannya juga historis. Kelima tema antropologis tersebut adalah : (7, 8, 16)

  1. Dimensi “memiliki (to have) dan “ada” (to be) saling berkaitan.
  2. Manusia dikondisikan oleh strukur-struktur kemasyarakatan.
  3. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang diperjuangkan terus.
  4. Kesatuan aksi dan refleksi dalam praksis.
  5. Manusia terus menerus memberi makna pada dunianya.

l.b. Konsep manusia menurut Pancasila.

Secara sepintas kita dapat mengatakan bahwa hakekat manusia menurut Pancasila merupakan suatu makhluk yang monopluralis, maksudnya makluk serba dimensi, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Manusia yang serba dimensi itu merupakan makhluk Tuhan, sebagai pribadi dan sekaligus makluk sosial.

Filsuf Martin Heidegger dalam bukunya “Sean and Ze-it”, disebut “In-der-welt-Sein”. Manusia tidak mungkin berada tanpa implikasi dengan dunia. Manusia dan dunia merupakan kesatuan struktural, merupakan socius (sahabat) satu sama lain. Selaujutnva juga disebut sebagai “libendes Mit-Sein”, atau sebagai “Pribadi” yang otonom bersama “Pribadi yang lain”. Setelah manusia menyadari dirinya serba terkait, serba tergantung pada dunia ini, manusia sadar akan adanya Yang Mutlak, yang disebut Tuhan.

Dalam hubungannya dengan sila-sila Pancasila maka telah jelas bahwa, manusia sebagai makhluk pribadi mendasari pemikiran sila kedua, manusia sebagai makhluk sosial mendasari pemikiran sila ke tiga, empat, lima dan juga kedua; sedang manusia sebagai ciptaan atau makhluk Tuhan mendasari pemikiran sila pertama.(8)

1.c. Konsepsi Kualitas Manusia menurut Jumlah Penduduk.

Titik tolak sistematika konsepsional kualitas manusia dalam pembahasan ini adalah logika bahwa kualitas manusia dapat dilihat dari keadaannya yang bersifat fisik dan yang bersifat nonfisik serta output dari kedua unsur kualitas tersebut.

Kualitas fisik seorang manusia dapat dilihat dari ukuran/bobot fisiknya (misalnya tinggi badan dan berat badan), tenaga fisiknya, serta daya tahan fisiknya dari serangan penyakit. Kualitas non-fisik dapat dilihat dari kecerdasannya (akal), keadaan emosinya (rasa) dan budi serta imannya. Demikian pula, output dari kedua unsur kualitas tersebut dapat dilihat dari kreativitas, disiplinnya serta sifat kemandiriannya.

Kualitas fisik, non-fisik serta outputnya itu memerlukan suatu masukan yang mencukupi, agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Diantara masukan yang terpenting adalah gizi, pendidikan dan lingkungan (lingkungan fisik biologic dan social-ekonomi).(10)

Selanjutnya, perlu dipilah antara kualitas manusia dengan kualitas penduduk. Kualitas manusia sifatnya adalah perorangan (individual), sedangkan kualitas penduduk merupakan sifat umum sekelompok manusia. Adapun kerangka konsepsional pembahasan kualitas manusia dan penduduk dapat digambarkan dalam bagan berikut; (10)

Bagan 1: Bagan Kualitas Manusia dan Penduduk. (10)    

 

2.  Konsepsi Manusia Menurut Pencak Silat.

Gambar 2 :   Seorang pendekar memperagakan Silat dengan pakaian tradisional Bali. (14)    

Moto “Bahwa sesungguhnya pencak silat itu adalah kepribadianbangsa Indonesia, bangsa yang tidak berpribadi adalah bangsa yang terjajah jiwanya”, ini merupakan salah satu potret suatu bangsa. Oleh karena itu pencak silat merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.(6)

Menurut Tubagus Djamhari, “Pencak Silat” adalah pencak berarti ,panca, sedangkan kaki artinya persentuhan tubuh, raga atau fisik dan silat berarti silaturahmi, beramah tamah dan persaudaraan. (6, 12)

Pencak silat sebagai salah satu bentuk ajaran budi-luhur pada tingkat pertama berintikan seni olahraga yang mengandung unsur-unsur pembelaan diri untuk mempertahankan kehormatan, keselamatan, dan kebahagiaan serta kebenaran dalam hidup dan kehidupan ini.(6) Oleh karena itu pembentukan kepribadian bangsa pada hakekatnya tanpa mengingkari segala martabat keduniawian, tidak kandas dan tenggelam pada pelajaran olahraga pencak silat sebagai pendidikaa kebutuhan saja, melainkan lebih lanjut menyelami kedalam lembaga kejiwaan untuk memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pada pengaruh rangka dan suasana.

Berdasarkan kajian yang menyangkut antropologi dan sosiologi dapatlah dikatakan bahwa Pencak Silat merupakan fenomena antropologis dan sekaligus juga sosiologis. Pencak Silat adalah fenomena sosioantropologis.(12) Dalam bentuk-embrionalnya, Pencak Silat adalah wujud sikap dan gerak manusia sebagai penjelmaan dari aktivitas budinya untuk mengamankan dan menyejahterakan diri dan masyarakatnya. Sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat sebagai buah usaha budi daya atau aktivitas budi seluruh warganya, ia telah dikembangkan oleh para local genius, yakni orang atau sekelompok orang pandai dan kreatif yang menonjol dan nyata sumbangan buah usaha budi dayanya bagi perkembangan budaya masyarakatnya. (12)

Istilah perkembangan mempunyai konotasi kualitatif. Berbeda dengan istilah pertumbuhan yang berkonotasi kuantitatif. Pencak Silat telah dikembangkan dari bentuk dan sifatnya sebagai tuntutan kebutuhan sosial-budaya. Dari eksistensi awalnya yang diilhami fenomena alam, Pencak Silat telah dikembangkan dan menjadi fenomena sosial-budaya. (12)

Gambar 3 : Peragaan pencak silat pemimpin perguruan pencak silat Panglipur. (14)  

Jati diri karakter bangsa tercermin dalam Visi dan misi pencak silat yang berintikan pada 3 konsepsi, yakni:

1) Ajaran Budi Pekerti Luhur Sebagai Dimensi Kejiwaan Pencak Silat, yakni terbentuknya manusia yang perkasa tetapi rendah hati (tawadhu), yang dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) disesantikan dengan bhirawa anuraraga, yang berarti perkasa tetapi rendah hati.

Manusia yang demikian itu dilambangkan sebagai batang padi yang merunduk karena butir padinya yang lebat isinya. Semakin lebat dan berisi padinya, semakin merunduk batangnya.

2) Ikrar Pesilat, merupakan kewajiban bagi setiap Pesilat dalam kapasitas dan kualitanya untuk selalu mengamalkan nilai-nilai moral universal yang meliputi 5 kesatuan, yakni: Pesilat adalah pribadi yang berbudi pekerti luhur; Pesilat adalah manusia yang menghormati sesamanya serta mencintai persahabatan dan perdamaian; Pesilat adalah manusia yang senantiasa berpikir dan bertindak positif, kreatif dan dinamis; Pesilat adalah kesatria yang menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan serta senantiasa tahan-uji    dalam menghadapi cobaan dan godaan; dan Pesilat adalah kesatria yang senantiasa bertanggungjawab atas kata-kata dan perbuatan-perbuatannya.

3) Prasetya Pesilat Indonesia merupakan pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam menghayati dengan baik dan benar untuk memperkuat ketahanan semangat kebangsaan dan akhlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang berintikan 7 kesatuan sebagai berikut: Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi  pekerti luhur; Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung  tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa; Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia; Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan; dan Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.

Kegiatan pengembangan itu berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi hingga menjadi bentuk dan sifatnya seperti sekarang ini. Menurut hasil pengamatan, wujud, atau bentuk dan sifat, Pencak Silat yang diketahui sekarang ini meliputi 3 hal pokok, yakni:

  1. Ia bersumber dan merupakan bagian dari budaya masyarakat dalam hal ini masyarakat rumpun Melayu, dimana masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya dan merupakan mayoritas.
  2. Ia dijiwai oleh suatu falsafah yang dinamakan falsafah budi pekerti luhur, yang sekaligus juga merupakan sumber motivasi di dalam penggunaannya.

Ia mempunyai aspek mental-spiritual, beladiri, seni dan Olahraga sebagai satu kesatuan, dimana aspek mental-spiritual yang berarti budi pekerti (mental) dan kerokhanian/keagamaan (spiritual) ini merupakan inti-aktualisasi falsafah budi pekerti luhur dalam wujud pengendalian diri.

            Semuanya itu sebagai satu kesatuan, yakni warna budaya masyarakat Indonesia (Rumpun Melayu), jiwa falsafah budi pekerti luhur dan substansinya yang beraspek mental-spiritual, beladiri, seni dan olahraga, merupakan identitas pencak silat.(12)

Falsafah adalah konsepsi dasar pandangan dan kebijaksanaan manusia di dalam mengarungi perjalanan dan mencapai tujuan hidupnya. Falsafah budi pekerti luhur adalah konsepsi pandangan dan kebijaksanaan hidup yang berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan budi pekerti luhur dalam kehidupan manusia. Budi (mind) adalah aktivitas jiwa yang berunsur akal, rasa dan kehendak. Kata padanan budi adalah adab atau hati nurani. Kata padanan pekerti (character/manner) adalah akhlak. Budi pekerti sepintas nampak sama dengan mentalitas atau sikap mental, tetapi budi pekerti berkonotasi positif, sedangkan mentalitas berkonotasi netral, artinya bisa positif dan bisa negatif. Budi pekerti luhur adalah akal, rasa, kehendak dan akhlak yang mulia. Amalan pokok budi pekerti luhur oleh manusia yang merupakan ke wajiban luhur (noblesse oblige) adalah: a) Sebagai. makhluk Tuhan, manusia wajib beriman dan bertakwa kepada Tuhan, b) Sebagai makhluk pribadi, manusia wajib terus menerus meningkatkan kualitas dirinya, c) Sebagai  makhluk sosial,  manusia  wajib  bersolidaritas  social menempatkan  kepentingan sosial diatas kepentingan pribadi serta mengabdikan dirinya dalam rangka mewujudkan keadilan, kemajuan dan kesejahteraan social, d) Sebagai makhluk alam, semesta, manusia wajib melestarikan kondisi dan keseimbangan unsur-unsur slam semesta yang bernilai dan bermutu bagi kemajuan dan kesejahtera an umat manusia secara adil dan beradab. Semuanya itu dalam rangka mewujudkan cita-cita moral masyarakat yang luhur. ( 12, 16 )

Berdasarkan pada identitasnya, nilai-nilai luhurnya, dan prasetya pesilatnya, Pencak Silat yang diajarkan di per guruan-perguruan pada hakekatnya adalah substansi dan sarana pendidikan rohani dan jasmani untuk membangun manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dan berkepribadian Pancasila. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional berdasar kan Pancasila untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan trengginas. (12)

Amalan falsafah budi pekerti luhur yang menjiwai dan merupakan sumber motivasi penggunaan Pencak Silat secara singkat padat dapat dirumuskan dalam ungkapan: takwa, tanggap, tangguh, tanggon dan trengginas. (6, 12 )

Konotasi takwa adalah beriman kepada. Tuhan Yang Maha Esa serta melaksanakan ajaran-ajaran-NYA secara konsisten dan konsekuen.

Konotasi tanggap adalah cerdas, mampu mengantisipasi gelagat atau kecenderungan serta mengambil tindakan adaptif dan relevan apabila gelagat itu menjadi. kenyataan.

Konotasi tangguh adalah ulet serta mampu mengembangkan kemampuan didalam menghadapi dan mengatasi berbagai, tan tangan dan permasalahan.

Konotasi tanggon adalah mampu mengendalikan dirikon sekuen terhadap prinsip, berdisiplin serta tahan uji terhadap setiap godaan dan cobaan.

Konotasi trengginas adalah energik, lincah, dinamis, kreatif, inovatif dan eksploratif didalam memanfaatkan peluang-peluang positif yang ada maupun mengejar kemajuan secara terus menerus.

Tak dapat disangkal bahwa amalan itu mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.(6, 12)

3. Nilai-Nilai Aksiologi dalam Pencak Silat.

Satu dari, tiga masalah pokok yang harus dipenuhi oleh manusia dalam upaya memperoleh pengetahuan adalah “Apakah nilai pengetahuan, pencak silat bagi manusia?” Untuk memenuhi persyaratan tersebut penulis uraikan unsur unsur pokok yang terkandung dalam ajaran pencak silat.

a. Persaudaraan.

Persaudaraan adalah unsur utama dalam ajaran pencak silat. Maksudnya adalah persaudaraan yang kekal dan abadi yang diibaratkan sebagai saudara sekandung, seayah seibu.Tidak membedakan tinggi rendahnya nilai-nilai keduniawian, seperti pangkat, kekayaan dan sebagainya; melainkan suatu per saudaraan yang berintikan “makhluk berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Ini untuk mempertebal rasa kebersamaan dan memupuk aspek sosial.(6)

  • Olahraga.

Pelajaran pencak silat didalamnya terkandung unsur-unsur keolahragaan yang berpedoman pada kausalitas harapan “mensana in corepore sano”, yang artinya diharapkan di dalam tubuh yang sehat akan terdapat jiwa yang sehat pula. Sehingga mendidik manusia agar sehat lahir dan bathin, serta ikut menggelorakan program memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.(6, 9)

Selaras dengan pesan dalam artikel the Character of Physical Education and Sport yang telah diadopsi oleh Unesco pada tahun 1978 bahwa manusia bergerak dan berolahraga untuk hidup, karena pada hakikatnya merupakan keniscayaan hidup. Gerak itu sendiri sejatinya merupakan ciri hidup. Manusia bergerak dengan berbagai motifnya melakukan olahraga untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu kehidupannya. Oleh karena itu sudah menjadi kelaziman bahwa olahraga telah menjadi hak setiap orang yang mendasar. (3) Spirit inilah yang akhirnya dimanifestasikan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, khususnya Pasal 6 yang menyatakan antara lain bahwa : “ Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk a) melakukan kegiatan olahraga ; b) memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga ; c) memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang sesuai dengan bakat dan minatnya, d) memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam berolahraga… “ (2)

Konsepsi manusia yang ideal dalam olahraga adalah jelas sesuai dengan tujuannya, yaitu manusia yang sehat jasmani, sehat rohani dan sehat sosial Berta terhindar dari cacat tubuh dan penyakit. Oleh karena itulah make olahraga berfungsi sebagai sarana pendidikan yang bertujuan untuk: a) Meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan badan, b) Meningkatkan kesegaran jasmani, c) Menanamkan kehidupan yang sehat, d) Meningkatkan ketangkasan/ketrampilan, e) Meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan, f) Menanamkan rasa sosial, kehidupan yang kreatif dan rekreatif, dan g) Menanamkan budi pekerti luliur. (1, 4, 5, 9, 17 )

            Pelaksanaan program pelatihan pencaksilat memerlukan modalitas pemahaman ilmu Keolahragaan, yang meliputi sinergi dari sekurangnya 3 bidang ilmu, yakni: Ilmu-Ilmu Pengetahuan Alam (natural sceinces), Ilmu-Ilmu Sosial (social science), dan Ilmu Humaniora (Humaniora Science). ( 13 )

  • Beladiri.

Pelajaran pencak silat bukan ditujukan untuk mencari lawan melainkan sebagai alat pembelaan diri, suatu sarana untuk membentuk kepribadian yang percaya kepada diri sendiri serta berjiwa ksatria, untuk membela dan melindungi kepada si-lemah atas dasar kebenaran dan keadilan.( 6 )

  • Kesenian.

Kandungan unsur kesenian dalam pencak silat, khususnya seni gerak yang dipadukan dengan irama gamelan yang serrasi maka keseragaman dari unsur birama, biraga dan birasa akan memiliki nilai seni gerak yang indah, yang bercirikan budaya Indonesia asli.( 6 )

  • Kerokhanian.

    Dengan kerokhanian diharapkan agar setiap warga pencak silat silat menghayati yang sedalam-dalamnya bahwa alam seisinya termasuk manusia adalah ciptaan Tuhan, oleh karena itu apa yang diperoleh dari ajaran pencak-silat hendaknya diterapkan dan diamalkan sesuai dengan petunjuk Tuhan. Adapun satu-satunya petunjuk Tuhan adalah tertuang dalam ajaran agama, baik itu agama Islam, Kristen, Hindu, Budha maupun agama Khong Hucu. Manusia wajib melaksanakan segala perintah-NYA dan meninggalkan larangan-NYA. ( 6 )

       Jadi dalam perkembangannya olahraga pencak-silat ber pedomen pada: (1). Hukum-hukum kehidupan, dan (2). Ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa.

Menyadari bahwa dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal selalu berpotensi munculnya beragam Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan, maka penyiapan strategi pengatasannya harus dihindarkan dari kemungkinan terjadinya distorsi. Mengingat dari kajian empirik yang didasarkan pada fakta-fakta lapangan dengan didukung oleh analisis teoretik, ditemukan bukti bahwa konflik kekerasan antar oknum kelompok perguruan terjadi karena proses pembentukan identitas sosial yang terdistorsi. ( 11 )

Salah satu diantaranya adalah perlunya pemahaman terhadap Kondisi psikologis yang berpotensi konflik sebelum, saat kejadian, dan setelah kejadian: a. Sebelum kejadian, pelaku mengalami hal-hal sebagai berikut: 1) Perceived norm violation, 2) Relative deprivatio, 3) Selfesteem dispossession, 4) Frustration, 5) Perceived group support, dan 5) Perceived social role. b. Saat kejadian, pelaku mengalami hal-hal sebagai berikut: 1) Deindividuation, 2) Dehumanization of the opposition. Dan c. Setelah kejadian, pelaku mengalami hal-hal sebagai berikut: 1) Selfdefense mechanism dan 2) Penyesalan. ( 11 )

Pembekalan sedini mungkin tentang fakta teoritik dan empirik tersebut dapat dijadikan bekal untuk menekan sampai ketitik nihil tergangguynya hasil penumbuh kembangan karakter melalui pencak silat. Pencak silat membentuk karakter manusia yang jujur dan disiplin (Anies Rasyid Baswedan, 2015: 1).

IV. PENUTUP.

1, Kesimpulan,

Eksistensi pencak-silat sebagai fenomena sosial-budaya memiliki jati diri dan kepribadian yang berakar dari karakter budaya masyarakat Indonesia (Rumpus Melayu), dijiwai substansi yang beraspek mental-spiritual, beladiri, seni dan olahraga.

Berdasarkan pada jati diri kepribadiannya, serta nilai-nilai luhurnya dan prasetya pesilatnya, pencak silat pada hakekatnya merupakan substansi dan sarana pendidikan rohani dan jasmani serta kemasyarakatan untuk membangun manusia utuh yang berbudi pekerti luhur dan berkepribadian Pancasila, yang berarti memberikan kontribusi terhadap tujuan pendidikan nasional dalam membentuk dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia.

2, Sumbangan saran.

Olahraga pencak silat sebagai salah satu wahana pendidikan yang mentransformasikan nilai-nilai karakter kehidupan yang luhur dalam membentuk manusia Indonesia yang berkualitas perlu dilembagakan pelaksanaannya di masyarakat, sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang berkepribadian luhur. Pencak Silat adalah kepribadian luhur bangsa Indonesia, dan bangsa yang tidak berkepribadian adalah bangsa yang terjajah jiwanya, oleh karena itu pencak-silat harus dilestarikan.

            Pengkajian dan penulisan tentang pencak silat perlu dibudayakan dalam upaya menggali dan mengembangkan nilai-nilainya untuk selalu disesuaikan perkembangan sejarah umat manusia, tanpa meninggalkan nilai dasarnya.

KEPUSTAKAAN

  1. Abdoelah, Arma, M.Sc; 1981, Olahraga untuk perguruan tinggi,  PT. Sastra Hudaya Yogyakarta.
  2. Baswedan, Anies Rasyid, 2015, Pencak Silat Bagian Pembentukan Karakter Anak,,http://news.lipu  tan6.com/read/2176029/menteri-anies-pencak-silat-bagian-pembentukan-karakter-anak, diunduh, Senin, 09 Maret 2015, iam 07.30 WIB.
  • Biro Humas Dan Hukum Kemenegpora RI,Tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Dilengkapi Dengan PP 16, 17 dan 18,  Jakarta.
  • Cholik, Toho Mutohir dan Ali Maksum. 2007. Sport Development Index (Konsep,   Metodologi dan Aplikasi). Jakarta.
  • Djamadin, Anwar, 1979, Arti Olahraga Dalam Pembangunan Indonesia. Kertas kerja disampaikan dalam seminar Sport Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, tanggal 21 – 22 Desember 1981.
  • DEPDIKBUD, 1979,A t I e t i k I, Sejarah-Tehnik-Metodik Untuk SGO. PT. Garuda Maju Cipta, Jakarta.
  • DEWAN PUSAT Persaudaraan Setia-Hati Terate; 1986, Materi Ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate. Yayasan Pendidikan P.SHT Madiun; untuk keperluan kalangan sendiri.
  • Katteof, Louis 0; 1989, Pengantar Filsafat.Sebuah buku pegangan untuk mengenal filsafat, alih bahasa Sarjana Soemargono, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta.
  • Hartoko, Dick, 1985, Memanusiakan Manusia Muda, Tinjauan pendidikan Humaniora, ,cetakan pertama, Yayasan Kanisius, B.P.K. Gunung Mulia, Jakarta 10420.
  • LP3ES;  1978,Olahraga Untuk Apa ?, Majalah Prisma, No. 4, Tahun III, Mei, 1978, Jakarta.
  • LP3ES; 1984, Kualitas Manusia, Majalah Prisma, No. 9,Tahun XIII, 1984, Jakarta.
  • Maksum, Ali, Dr.;M. Pd; Drs. Purbodjati, M.S; Drs. H. Isbondo Cahyono, M. Kes; 2007, KONFLIK KEKERASAN ANTAR KELOMPOK PERGURUAN PENCAKSILAT: Studi Kasus di Daerah Madiun, Laporan Penelitian Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 038/SP2H/DP2M/III/2007, tanggal 29 Maret 2007.
  • PB-IPSI, 2012, Pencak Silat, http://id.wikipedia.org/wiki/Pencak_silat/Ting-kat_kemahiran,   diakses, Senin, 5 November 2012, jam 12.08 wib.
  • PB. IPSI; 1989, Citra Pencak Silat Indonesia, Makalah disampaikan dalam diskusi panel Lustrum VI Institut Teknologi Bandung, tanggal 28 Maret-4 April 1989.
  • Purbodjati, 2008, Dasar-Dasar Melatih Atlit Pencak silat, Makalah disajikan pada Sarasehan Dan Penyegaran Petugas Wasit-Juri Pencak Silat Guru Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Se Kabupaten Magetan,  Di Ruang Pertemuan Kantor DIKNAS Kab. Magetan Jawa Timur,  Hari Jum’at-Sabtu, Tgl 25-26 April 2008.
  • Purbodjati, 2013, Dimensi Kepelatihan Olahraga Pencak Silat Indonesia Di Kota Surabaya,  Artikel Disertasi Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pascasarjana,Universitas Negeri Surabaya Tahun 2013.  hal. 1-32.
  • Purbodjati, 2009, Olahraga Pencak Silat Dalam Aspek : Sejarah, Aliran Perguruan, Daya Ledak Dan Gerak, Buku Ajar Mahasiswa Program Studi Ilmu Keolahragaan Jurusan Pendidikan Kersehatan Dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Surabaya.
  • Shihab, Quraish, HM, 2010, Dekadensi Moral Bangsa Akibatkan Lost Generation, Wawancara Pakar Tafsir Alquran, Prof Dr HM Quraish Shihab dengan wartawan Fajar, Hamsah Umar di Graha Pena Makassar, Minggu malam, 25 April 2010 http://lifestyle.fajar.co.id/read/90313/47/dekadensi-moral-bangsa-akibatkan-lost-generation, diakses, Sabtu, 20-11-2010, jam 16.00 wib.
  • Suriasumantri, Yuyun S; Ilmu DalamPrespektif Moral, So sial Dan Politik, sebuah dialog tentang dunia keilmuan dewasa ini, PT. Gramedia, Jakarta, 1986.
  • Sukiyo, 1986, Azas-azas Pandidikan Keolahragaan Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sepanjang sejarah Indonesia para pemimpin negara selalu memberi prioritas yang proporsional untuk pembangunan olahraga Indonesia agar terwujud kemajuan yang optimal dan sehat. Namun kenyataannya prestasi olahraga menurun drastis dan jeblok, Mengapa ? Karena rendahnya aktualisasi jadidiri ke INDONESIAAN masyarakat olahraga dalam memenej dan mengaplikasikan konsepsi dan strategi sumber potensi yang tidak selaras dengan etika prinsip profesionalisme. Era kemajuan demokrasi terbukti kurang bisa dibarengi oleh kemampuan profesional para pelaku pengembangan olahraga Indonesia yang telah berusaha keras mendaulat dirinya untuk didaulat sebagai profesional olahraga.  (maaf istirahat dulu nggabung kerja bhakti PNPM-MP di lingkungan)

Inspirasi dari Solo mengepakkan sayap BURUNG GARUDA PANCASILA.
(Purbodjati)

Syukur alhamdulillah, atas usaha yang keras dan penuh aneka ragam: ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, kiranya Alloh Tuhan Yang Maha Esa meridhoi harapanku untuk menambah ibadahku dengan media komunikasi blog ini.
Benar juga apa yang disarankan para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia dan generasi penerusnya, bahwa usaha untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, dalam perjalanannya ternyata setahap demi setahap selalu mendinamisasi seluruh warga bengsa ini untuk merubah dirinya sesirama dengan dinamika perkembangan dunia.
Ungkapan “….. Ikut serta menjaga ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi …..” dalam Preambule Undang Undang Dasar 1945, ternyata merupakan bukti nyata betapa cerdas dan arif bijaksananya pandangan kedepan para pejuang dan pendiri Republik tercinta ini.
Kita semua tahu bahwa beliau-beliau pada saat itu hidup dalam deraan penderitaan yang sangat menyakitkan dan memilukan. Salah satu modalitas untuk menahannya adalah ketekunannya untuk mematuhi, menjalankan dan mengembangkan budaya bangsa yang telah berjalan secara turun temurun serta menyempurnakannya dengan nilai-nilai budaya dari mancanegara yang sudah bersentuhan dan berkolaborasi sejak jaman Kerajaan Sriwijaya.
Disinilah bukti bahwa seberat apapun ketertindasan yang dialami oleh seseorang/komunitas kehidupan, maka apabila dihadapi dengan “kesabaran-kerja keras dan kemauan untuk berubah” maka daya tahan, kecerdasan dan daya tangkal akan muncul.

Atas berkat rahmat Allah Tuhan Yang Naha Esa, ternyata kekuatan rakyat Indonesia dalam mewujudkan mandat demokrasi sesuai dengan landasan idil Pancasila dan konstitusionil Undang-Undang Dasar 1945, telah dapat terlaksana sesuai dengan program. Pro dan kontra adalah refleksi dari dinamika keberagaman perbedaan visi dan misi masing-masing dalam mengaplikasikan demokrasi sesuai dengan cita-cita dan harapan yang diinginkannya.

Salah satu nilai tambah yang bisa kita peroleh adalah betapa gigihnya kita untuk menjadikan keaneka ragaman perbedaan ini menjadi sabuk penguat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Ini merupakan modalitas untuk mewujudkan lambang negara institusi legislatif yang representatif untuk mengakomodasi dan memproyeksikan sasaran dan wujud kesejahteraan yang kita inginkan bersama.

Memang masih banyak kekurangan yang kita lakukan, diantaranya adalah kemauan dan kemampuan kita untuk mengutarakan kesalahan kita secara transparan dan teridentifikasi secara diskripsi, dan kemudian kita jadikan sebagai data secara statistik. Sehingga menjadi sumber data kongkrit untuk merumuskannya dalam konteks apa, bagaimana, mengapa, kapan, dimana dan siapa yang memformat cara memberbaikinya. Karena ini adalah hajat kita, untuk kita dan harus kita yang mendinamisasikannya secara selaras, serasi, seimbang dan harmoni.

Kedepan kita juga perlu mulai mewaspadai kecerdasan kita dalam pesta demokrasi berikutnya, yakni pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Mari kita cari kemungkinan yang paling ideal untuk mewujudkan keseimbangan yang efektif dan efisien antara matra legistaif dan eksekutif yang tolok ukurnya ada pada capres dan cawapresnya. Kiranya hak partai politik inipun juga jangan sampai melupakan figur yang sesuai tetapi kurang terakomodasi dalam pandangan institusi partai politik. Kita harus mampu memperlihatkan, memunculkan figur Negarawan yang dimiliki oleh Ibu Pertiwi ini dimanapun ia sekarang berada.

Semoga kita, atas ridho Allah Tuhan Yang Maha Esa memiliki kemampuan yang tepat untuk itu.

by : PURBODJATI.*)

(The Faculty Science Sportmanship – Surabaya Of  State University).

In this experiment, We study the influence of plyometric exercise and the influence at 5 kg-vest-weighted plyometric exercise (= both apply a method of ” double legs box bounds”) on explosion power capability and hypertrophy of the bower moving organ muscles among 60 students at SMP negeri I Plaosan – Sarangan – Magetan, males of 13 – 17 years old divided into two groups, each group consists of 30 students by using research design ” The Randomised Pretest- Posttest Group Design”.

For dosage balance of both exercises, the plyometric exercise then uses 10 boxes and 5 kg-vest-weighted uses 9 boxes, determined through the calculation at power need of the two exercise form according to mechanics principle.

The exercise is given for 8 weeks, 3 exercises within each week. Before the exercise is given, body weight and vertical jump capability (The variable which determine explosion power), Right-Left thigh perimeter, right-left calf perimeter, thickness of right-left thigh fat perimeter, and thickness of right-left calf fat perimeter (determinant variable of lower moving organ hypertroply), among all testee (pretest). During the first 4 week, the tes tees finish exercise set (week 1 – 2 = 3 set and week 3 – 4 = 4 set). The first group is given plyometric exercise using 10 box, whereas the second group is given 5 kg-vest-weighted plyometric using 9 box. In the end at the first four week, determinant variables at explosion power and hypertropy at the lower moving organ on all testees (posttest 1). Then it is followed with the second 4 week exercise, where the two group still do the same exercise method, but completes exercise set : week 5 – 6 = 5 set and week 7 – 8 = 6 set.

In the end at the second four week measurement at the determinant variables of explosion power and hypertrophy in lower moving organ is again don’t among all of the testees (posttest 2). Later the acquired data are processed statistically by using discriptive statistics, anava test with significance at 5 %, with computer leep.

The result shows that plyometric exercise and 5 kg-vest-weighted plyometric which both apply movement method of double legs box bounds may surely increase explosion power capability and hypertrophy of the lower moving organ (p < 0,01), but between the two forms of exercise have no significant difference in terms of their influences (p > 0,05).

*) Program Study Science Sportmanship – The Majors Education of Health and

Recreation – The Faculty Science Sportmanship – The University Country

of Surabaya,

The Student Semester 6, The Program of S3 Program Study Science Sportmanship – Surabaya Of State University.


Email: purbo1958djati@yahoo.com

Web blog: http://www.purbodjati.wordpress.com

Web name in facebook: Purbo Djati.

Alhamdulillah, kemajuan demokrasi Indonesia telah mencapai tingkat kesadaran para pemegang mandat rakyat untuk mengembangkannya. Kini kehendak rakyat Indonesia telah sampai pada masa pelaksanaan pemilihan umum legislatif secara langsung. Semua komponen bangsa punya hajat besar, dengan cita-cita luhur, yakni upaya mencapai masyarakat adil makmur dalam agenda reformasi untuk restorasi.
Semoga mandat yang benar-benar telah dikembalikan pada semua warga bangsa ini benar-benar dapat dipergunakan sesuai dengan pendalamnnya dibidang IPOLEKSOSBUDHANKAM. Rakyat pemilik kekuasaan benar-benar mampu memanfaatkannya dengan ibadah yang benar, dan terhindar dari kemungkinan khianat terhadap hati nuraninya.
Saatnya rakyat diuji atas kekuatan kearifan yang telah terbentuk dalam dinamika sejarah kehidupan bangsa Indonesia yang syarat dengan berbagai pengalaman yang salah dan benar.
Akan tertarik pada yang mana saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air nanti ? Apakah masih senang untuk berbuat kesalahan atau untuk berbuat kebenaran ? Saat ini sedang diuji, ada yang mandatnya itu dizikirkan kehadirat Tuhannya masing-masing dalam ibadahnya, ada yang tawar-tawarkan untuk mendapat imbalan sesuai dengan kebutuhannya, ada yang masih didiamkan saja untuk melakukan proses adaptasi, ada yang ditaruh diluar hiruk pikuknya prosesi demokrasi yang sudah berjalan, yah macam-macam. Semuanya sedang berproses untuk pembelajaran.
Semoga proses demokrasi ini benar-benar dapat disambut oleh warga bangsa untuk pencapaian hasil yang produktif dan harmonis.
Selamat berdemokrasi, sukses.

Oleh: purbodjati | Maret 12, 2009

Tinjauan Fisiologi Pernafasan Manusia.

Tinjauan Fisiologi Pernafasan Manusia.

(Purbodjati)

I. Pendahuluan.

Energi gerak manusia diperoleh dari metabolisme energi dalam sel otot, yang dalam prosesnya sangat membutuhkan oksigen (O2) yang didapatkan dari pernapasan. Pernapasan merupakan konsekuensi sistem kerja organ tubuh manusia ketika hidup dan beraktivitas untuk saling mendukung dan berkoordinasi dengan organ fisiologis yang lainnya.

II. Sistim Pernapasan.

1. Fungsi Pernapasan.

Fungsi pokok sistim pernapasan adalah mendapatkan O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari yang dihasilkan oleh sel tubuh yang merupakan limbah metabolisme energi. (Sherwood, 2001: 411 dan Irianto, 2004: 41)

2. Organ Pernapasan.

Organ utamanya meliputi: Hidung (nares anterior); Faring (nasofaring, orofaring dan laringofaring); Laring; Trakea (batang tenggorok); Bronkus; dan Paru (Pulmonum).

3. Mekanisme dan Jenis Pernapasan.

Di dalam paru terdapat kurang lebih 300 juta alveoli, dan di alveolus terjadi proses pertukaran O2 dari udara (dari alveolus dilepas ke kapiler pulmonal, diterima vena pulmonal, dan selanjutnya Hb O2 dibawa ke jantung untuk dipompa keseluruh tubuh lewat pembuluh nadi arteri); sedangkan karbondioksida (CO2) salah satu limbah metabolisme (dilepas oleh sel diangkut melalui aliran darah pada vena dibawa ke jantung, kemudian melalui arteri pulmonal dibawa ke paru dan CO2 dilepaskan ke alveoli), selanjutnya dinapas keluarkan melalui hidung.

Adapun komposisi udara inspirasi dan ekspirasi dalam respirasi adalah sebagai berikut::

Tabel 1: Perbandingan gas inspirasi dan ekspirasi

(Diambil dari: Irianto, 2004: 202)..

G A S

Nitrogen (N2)

Oksigen (O2)

Karbondiksida (CO2)

Udara inspirasi

79 %

20 %

0,4 %

Udara ekspirasi

79 %

16 %

4 %

(Diambil dari: Irianto, 2004: 202).

Terjadinya proses pernapasan dada adalah menggunakan gerakan otot-otot antar tulang rusuk. Rongga dada membesar karena tulang dada dan rusuk terangkat akibat kontraksi otot-ototnya. Ketika paru mengembang, volume membesar dan tekanan udaranya lebih kecil daripada tekanan udara luarnya. Sedangkan pernapasan perut adalah pernapasan yang menggunakan otot diafragma. Otot-otot sekat rongga dada berkonstraksi sehingga diafragma yang semula cembung menjadi agak rata, sehingga paru mengembang kea rah perut (abdomen). Mekanisme pernapasan mengikuti tertib hukum Boyle ( P1 . V1 = P2 . V2), udara mengalir dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah, sehingga udara masuk ke dalam paru.

4. Kecepatan dan Kontrol Pernapasan.

Kecepatan pernapasan dikendalikan secara kimiawi, ketika O2 dari udara (dari alveolus dari dilepas ke kapiler pulmonal, diterima vena pulmonal; dan CO2 dilepaskan ke alveoli, proses keduanya melalui difusi). (Sherwood, 2001: 411) Dan dikendalikan oleh saraf (didalam medulla oblongata, ketika medapat rangsangan akan mengeluarkan impuls yang dirambatkan oleh saraf spinalis ke otot pernapasan, yakni otot diafragma dan otot inerkostalis dengan intensitas konstarksi rata-rata 14 kali per menit.).

5. Perubahan dalam Pernapasan.

Dalam keadaan normal, paru mengandung sekitar 2 sampai 2,5 liter udara selama siklus respirasi, tetapi dapat diisi sampai 5,5 liter atau dikosongkan sampai tersisa 1 liter. (Sherwood, 2001: 430)

Alat untuk mengukur besarnya udara inspirasi dan ekspirasi adalah Spirometer. Terdapat berbagai jenis perubahan volume dalam proses respirasi, yakni:

1) Volume Tidal (TV), adalah volume udara yang masuk atau keluar dari hidung sewaktu bernapas dalam keadaan istirahat, sebanyak 500 Cc.

2) Volume Cadangan ekspirasi (Suplemen), yaitu volume udara ekspirasi yang masih dapat dikeluarkan setelah ekspirasi normal (tidal), kira-kira 1250 Cc.

3) Volume cadangan inspirasi (komplemen), yaitu volume udara inspirasi yang masih dapat dihirup setelah inspirasi normal (tidal), adalah 3000 Cc.

4) Kapasitas Vital (KV), yaitu sejumlah Volume Suplemen + Volume Tidal + Volume Komplemen; atau sama dengan Volume Udara Maksimal yang dapat dikeluarkan dalam sekali ekspirasi setelah inspirasi maksimal; volumenya 4750 Cc.

5) Volume Residual (VR), nilai rata-ratanya =1200 Cc). Walaupun dilakukan ekspirasi sangat maksimal, selalu terdapat sisa udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan dengan ekspirasi biasa. Ini disebut Volume Residu.

6) Ventilasi semenit, adalah seberapa banyak udara yang dihirup atau dihembuskan (tidak kedua-duanya) dalam waktu satu menit, selanjutnya yang digunakan sebagai ukuran adalah udara yang dikeluarkan (Volume Ekspirasi = VE). Jumlah ini dapat ditentukan dengan mengetahui: 1). Volume Tidal (VT), yaitu berapa banyak jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan setiap daur pernapasan; dan 2). Frekuensi bernapas, yaitu berapa kali bernapas dalam satu menit; Selanjutnya ditulis dengan persamaan sebagai berikut::

E = VT X f

Ventilasi semenit Volume Tidal frekuensi bernapas

( 1 / menit ) (liter) (per menit)

7) Walaupun dilakukan ekspirasi sangat maksimal, selalu terdapat sisa udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan dengan ekspirasi biasa. Ini disebut Volume Residu. Wilmore, dkk dan Foleinsbee, dkk (dikutip oleh Hairy, 1989: 119) membuktikan, bahwa ventilasi semenit seorang atlet sepakbola dalam latihan sepeda ergocycle sebesar 208 liter per menit. Namun demikian volume tidal sangat jarang melebihi 55 % dari kapasitas vital, baik pada atlet maupun bukan atlet.

8) Sedangkan dead space, adalah ruangan udara yang terdapat di dalam rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus sebesar 150 Cc, tidak terkontak dengan alveoli, sehingga tidak turut dalam proses pertukaran gas. Jadi pada volume tidal sewaktu inspirasi sebanyak 500 Cc udara segar, hanya 350 Cc (500 – 150), sajalah yang mencapai alveoli yang turut dalam proses pertukaran gas.

III. Pengaruh pernapasan latihan olahraga terhadap Aliran Darah dan Pertukaran Gas.

Ada 8 perubahan fisiologis penting yang perlu dimengerti, yaitu:

1. Didalam jantung ada 2 pompa yang pertama memompa darah meninggalkan jantung dan beredar keseluruh tubuh yang kedua memompa darah ke paru.

2. Serabut otot yang berada didalam jantung saling berhubungan sedemikian rupa sehingga sehingga mereka berfungsi bersama – sama.

3. Jaringan yang terdapat dalam jantung otomatis berdetak sendiri dan mempunyai kemampuan sendiri menghasilkan gerakan yang beraturan.

4. Ada 2 perubahan peredaran utama darah saraf saat latihan yang pertama berhubungan dengan peningkatan jumlah darah dalam jantung dan yang kedua saat pengembalian darah yang dipompa oleh jantung dan bagian non aktif seperti otot.

5. Pengeluaran jantung berhubungan dengan 2 komponen fungsional. Jumlah darah yang dipompa dalam jantung dan banyaknya volume darah yang masuk, keduanya meningkat selama latihan.

6. Pembagian kembali darah mengalir saat latihan melibatkan vasokontraksi di arteri dari tubuh dan vasodilarasi yang terjadi dalam otot menaikkan kadar CO2 dan asam laktat serta penurunan kadar O2.

7. Sistem pengangkutan O2 dalam jantung melibatkan arteri dan oksigen dalam pembuluh darah.

8. Pembelajaran yang berhubungan dengan hukum fisika disebut hemodynamies.

Pernapasan dalam latihan olahraga dalam hubungannya dengan Aliran Darah dan Pertukaran Gas, pada intinya adalah system peredaran dalam darah yang berlangsung dalam jantung dan pertukaran gas dalam paru yang saling berkaitan saat melakukan latihan.

IV. Aplikasi IPTEK Pernapasan Dalam Latihan Olahraga Di Masyarakat.

Diantara berbagai penerapan di kancah ilmiah, adalah:

1. Digunakan untuk studi tentang tingkat hubungan curvalinear antara kebugaran cardiorespiratory dan lingkar pinggang, tebal lemak kulit (penjumlahan skinfolds), dan tekanan darah systolic pada anak-anak dan remaja Eropa, yang meliputi Denmark (Odense), Portugal (Madeira), Estonia (Tartu), dan Norwegia (Oslo). Hasilnya adalah membuktikan adanya tingkat hubungan curvilinear yang signifikan antara kebugaran cardiorespiratory dan lingkar pinggang dan penjumlahan skinfolds ( r2 parsial untuk kebugaran cardiorespiratory adalah 0.09 – 0.26 untuk perbedaan jenis kelamin yang dan kelompok umur). Tekanan darah diastolic dan Systolic juga menunjukkan suatu hubungan curvilinear dengan kebugaran cardiorespiratory, dan kebugaran menerangkan 2% tentang perbedaan tekanan darah systolic. Perbedaan tekanan darah systolic antara paling sedikit dan paling cocok/fit adalah 6 mm Hg. (Klasson-H; LKH; et.all; 2006: 1 dan 14).

2. Riset masalah daya tahan jantung paru, yang hasilnya adalah, bahwa daya tahan jantung paru berdasarkan pengukuran VO2 maks siswa tuna grahita lebih rendah daripada siswa normal. (Tarigan dkk; 2007: 152)

3.

1. Irianto, K; 2004; Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis, Penerbit: Yrama Widya – Bandung, email:

2. Klasson-Heggebø, L Klasson-Heggebø, et.all; 2006 ; Graded associations between cardiorespiratory fitness, fatness, and blood pressure in children and adolescents, British Journal of Sports Medicine 2006;40:25-29; doi:10.1136/bjsm.2004.016113, by BMJ Publishing Group Ltd & British Association of Sport and Exercise Medicine, Norwegian University of Sports and Physical Education, Oslo, Norway; sigmund.anderssen@nih.no

3. Sherwood L; 2001; Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2, Alih Bahasa: Brahm U, ISBN 979-448-542-X, Penerbit: Buku Kedokteran EGC, PO. Box 4276 Jakarta 10042, Telp: 65306283

4. Tarigan, B; dan Maisarah; 2007; Perbedaan Daya Tahan Jantung Paru, Kekuatan, Daya Tahan Dan kelentukan Antara Siswa Tuna Grahita, Tuna Netra Dan Siswa Normal; Disampaikan dalam Seminar Nasional Keolahragaan Indonesia 2007, di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Bali, 26 Mei 2007, Penerbit: Unit Penerbitan Undiksha Singaraja Bali, ISBN: 978-979-16317-09.<!–
var u = “sigmund.anderssen”, d = “nih.no”; document.getElementById(“em0”).innerHTML = ‘

Oleh: purbodjati | Maret 5, 2009

POLA PEMBELAJARAN KESADARAN INTEGRASI NASIONAL

POLA PEMBELAJARAN KESADARAN INTEGRASI NASIONAL PADA PROGRAM LATIHAN PENCAK SILAT PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE SAMPAI TAHUN 2009.

Oleh: (Purbodjati)

I. Pendahuluan.

1. Latar belakang masalah.

Dasar Pemikiran: Memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa yang berkemauan untuk memantapkan derajat kecendekiawanan, dimana dalam tahapan program akademik harus melaksanakan ujian komprehensip, maka sebagaimana pengalaman sejarah pendahulu pada bidang yang sama, kiranya filosofi dan strategi ideal yang penulis lakukan adalah melakukan improvisasi pemaknaan terhadap seluruh pengalaman teoritis dan empiris yang pernah penulis lakukan, baik secara informal, formal dan non formal pada berbagai bidang yang berkompeten dengan ilmu keolahragaan. Pembangunan Keolahragaan pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban bangsa. Kenyataan menunjukkan bahwa Ilmu Pengetahuan (Iptek) Keolahragaan telah membawa perubahan penting dalam perkembangan peradaban, terutama disektor kwantitas dan kualitas kebugaran dan kesehatan sumberdaya manusia diseluruh dunia. Abad ke-21 bahkan diyakini akan menjadi abad baru yang disebut era transformasi teknologi informasi-keolahragaan (digital-sports) dengan ciri khas perdagangan yang memanfaatkan elektronika (electronic commerce). Kondisi ini mengakibatkan adanya pergeseran paradigma strategi pembangunan bangsa-bangsa dari pembangunan industri menuju ke era informasi (information age). Keberhasilan target Ilmu Keolahragaan selalu berimplikasi pada perkembangan sektor: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan suatu bangsa. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah melaksanakan program reformasi dalam perkembangannya sangat merasakan adanya nuansa baru yang secara langsung sangat mempengaruhi kesadaran sebagian masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Meski berkah kemerdekaan telah menguatkan semangatnya, namun reformasi sebagai peningkatan paradigma konsep dan strategi bangsa dalam mencapai kesejahteraan hidup juga membutuhkan waktu pemahaman dari setiap warga masyarakat seiring dengan tugas pokoknya dalam perjuangan menggerakkan berbagai aspek kehidupannya. Sehingga terkadang bahkan masih sering ditemui adanya sikap kegamangan, seperti masih dijumpai adanya sikap yang masih sering menyalahkan diri sendiri dan atau kepada para pegiat yang dengan semangat membaja, gigih, gagah berani dan konsisten selalu menggelorakan gerakan ini, Sikap kontraproduktip ini terbuktikan dengan masih adanya pendapat sebagian masyarakat yang diungkapkan secara lesan maupun tertulis bahwa masa sulit ini terjadi karena adanya reformasi. Ini mengindikasikan bahwa kemantapannya sebagai manusia Indonesia yang telah berjiwa Pancasila masih belum mapan. dan masih lemahnya pemahaman terhadap salah satu hukum kehidupan bahwa perubahan kearah yang lebih baik ini prosesnya tidak seperti membalik telapak tangan. Prospek reformasi mengemban visi dan misi kolektip untuk menegakkan tatanan kehidupan Pancasila yang syarat dengan muatan sumber historis nilai perjuangan bangsa, sedangkan proyeksi globalisasi syarat muatan tatanan kehidupan dunia yang harus kuat Profil Jati Diri BANGSA INDONESIANYA. Keduanya perlu modal dan kedisiplinan untuk mengeliminasi adanya spekulasi yang tidak wajar menurut ukuran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan kepentingan bersama dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat pelaksanaan otonomi daerah yang visi dan misi idealnya adalah untuk mewujudkan keharmonisan asas desentralisasi dan dekonsentrasi, maka paradigma inilah yang harus disadari oleh seluruh komponen masyarakat Indonesia yang telah berkomitmen untuk selalu berada pada semangat meneruskan perjuangan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Kondisi ini sangat mempengaruhi dinamika konsepsi dan strategi ketahanan nasional (Tannas) dalam perjalanan perkembangan pembangunan bangsa Indonesia, yang salah satu diantaranya adalah dunia keolahragaan, yang merupakan salah satu komponen Penyemaian Jati Diri Bangsa. Di Indonesia Ilmu Keolahragaan secara resmi telah diproklamasikan pada tanggal 7 September 1998 dalam peristiwa “Deklarasi Surabaya 1998 Tentang Ilmu Keolahragaan”. Peristiwa historis ini berhasil melahirkan wadah yang bernama Komisi Disiplin Ilmu Keolahragaan (selanjutnya ditulis KDI – Keolahragaan; yang bertengger dalam Jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Jakarta Pusat) dan dokumen yang dirumuskan berbentuk “Ilmu Keolahragaan Dan Rencana Pengembangannya”, tepatnya pada Nopember 2000. Didalamnya telah dirumuskan prinsip dasar filsafat keilmuannya, dimana secara : Ontologis, epistemologis dan axiologis dibuktikan telah mantap dan dapat dipertanggung jawabkan secara teoritis dan empiris. Sedangkan penggambaran Komisi Disiplin Ilmu Keolahragaan (2004:) adalah sebagai berikut : Gambar 1: Resultante nilai-nilai olahraga. (Dimodifikasi dari KDI Keolahragaan , 2000; halaman 40). Dalam konteks analisa peta perkembangan, Organisasi Persaudaraan Setia-Hati Terate, adalah juga merupakan salah satu komponen Wadah Penyemaian Jati Diri Bangsa melalui proses pelestarian budaya Pencaksilat yang mengedepankan nilai-nilai Persaudaraan yang posisinya berada diluar wilayah konsepsinya Tripusat Pendidikan Ki Hajar Dewantoro, yakni di sektor pendidikan non-formal. Dalam kaitannya dengan konsepsi Ketahanan Nasional adalah merupakan salah satu MATRA dan PILAR, serta BENTENGNYA KETAHANAN BUDAYA BANGSA. Gambar 1: Resultante gatra-gatra ketahanan nasional. Ketahanan nasional (Tannas) adalah Keuletan dan Daya Tahan suatu bangsa yang mengandung Kemampuan untuk Medmperkembangkan Kekeuatan Nasional dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar yang langsung atau tidal langsung, membahayakan kehidupan Nasional. (National Endurance is the Tenacity and Resistence of a nation bearing the capability to develop National Strength and Power in responding to inside as well as outside challenges and threats that directly or indirectly, endanger the National life). (Sanggar strategi Lemhanas, 1970, Konsepsi Ketahanan Nasional Dalam Pertumbuhan Masyarakat Samudra Indonesia, dalam Bunga Rampai Ketahanan Nasional (Konsepsi & Teori) I, Himpunan Lemhanas, Diterbitkan oleh PT. Ripres Utama, Jakarta, 1980, hal.: 56). Ketahanan nasional bangsa Indonesia, adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi , berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan kehidupan nasional untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai Tujuan Nasionalnya, (Lembaga Ketahanan Nasiona (Lemhanas); 1997; Ketahanan Nasional; Penerbit: PT Balai Pustaka – Lemhanas, Jakarta, halaman : 16) Bagi bangsa Indonesia Ketahanan itu berisikan: 1). Ideologi : Pancasila. 2). Politik : a. Dalam negeri : Demokrasi berdasarkan Pancasila. b. Luar negeri : Bebas aktif non-aligned. 3). Ekonomi : Demokrasi ekonomi. 4). Sosial-Budaya : Bhinneka Tunggal Ika. 5). Pertahanan Keamanan : Defensif – aktif. (Sanggar strategi Lemhanas, 1970, Konsepsi Ketahanan Nasional Dalam Pertumbuhan Masyarakat Samudra Indonesia, dalam Bunga Rampai Ketahanan Nasional (Konsepsi & Teori) I, Himpunan Lemhanas, Diterbitkan oleh PT. Ripres Utama, Jakarta, 1980, hal.: 58) Keseluruhan aspek kehidupan bangsa Indonesia itu meliputi gatra : ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (selanjutnya disingkat IPOLEKSOSBUDHANKAM); Ideologi adalah sistem nilai yang memberikan motivasi yang berisikan konsep dasar tentang cita-cita kehidupan yang diharapkan. Cit-cita luhur perjuangan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ketahanan Ideologi adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. (Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas); 1997; Ketahanan Nasional; Penerbit: PT Balai Pustaka – Lemhanas, Jakarta, halaman : 42) Politik nasional dalam menyejahterakan bangsa Indonesia melalui pembangunan olahraga adalah “menumbuhkan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia sehingga memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup, yang harus dimulai sejak usia dini melalui pendidikan olahraga di sekolah dan masyarakat” (Tap. MPR-RI Nomor IV/MPR/1999, bab 4, bagian F, butir 4, alinea 1)() (Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia; 1999; Hasil Sidang Umum MPR RI Tahun 1999 Beserta Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penerbit: Arkola Surabaya.). Filosofinya adalah budaya berolahraga diarahkan untuk membina kebugaran dan kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dalam mencapai kesejahteraan hidupnya. Dalam mengembangkan cita-cita luhur kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia, maka doktrin pembangunan keolahragaan selalu diarahkan untuk memperkokoh Ketahahan nasional bangsa. Ini berarti, bahwa dalam proyeksinya dengan nasionalisme Indonesia, maka seluruh aspek pengembangan programnya harus berimplikasi secara positip untuk , mengintegrasikan, merekatkan dan memperkuat seluruh aspek kehidupan nasional, yang meliputi: potensi trigatra (posisi geografis Indonesia, sumber kekayaan alam dan sumberdaya manusia) dan pancagatra (ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan).(Lemhanas: 1997) Ditegaskan dalam pasal 4 UU Republik Indonesia No. 3 tahun 2005, bahwa Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. (http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005; halaman: 4) Arti: Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan. (Lelana, Mas Ezra Danu; 16/08/2006, halaman 4). Sumber:wordpress.com/2006/10/21/melestarikan-pencak-silat-melalui-kegiatan-ekstrakurikuler/ – 82k -, selasa, 02102007, jam 07.27 wib; hal. 4. Pencak Silat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka berarti, permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, mengelak, dan sebagainya. Silat diartikan sebagai olahraga (permainan) yang didasari ketangkasan menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata. Bersilat adalah bermain (atau berkelahi) dengan menggunakan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri. Sedangkan Pencak Silat bermakna, kepandaian bertarung dalam pertandingan (atau perkelahian) seni bela diri khas Indonesia. (dikutip oleh: Lelana, Mas Ezra Danu; 16/08/2006, halaman 12). Menurut President IPSI (Ikatan Pencak Silat Indoneisa) mendefinnisikan Pencak Silat sebagai ketrampilan dan ilmu tentang pola gerak bertenaga yang efektif, indah dan menyehatkan tubuh, yang di jiwai budi pekerti luhur berdasar ketaqwaan kepada Tuhan YME, serta berujuan untuk membentuk ketahanan diri dan memupuk rasa tanggung jawab sosial. Dengan demikian pencak silat bukan ilmu atau keterampilan untuk berkelahi, melainkan suatu beladiri “self defence” atau “martial art”, merupakan suatu perpaduan yang luwes antar scien dan skill dalam bahasa Indonesia disebut kan bahwa pencak silat adalah Indonesia self defence art atau Indonesia martial art. Dalam arti sesungguhnya, disepakati ada empat aspek yang terkandung dalam Pencak Silat. Yaitu sarana pembinaan mental spiritual, bela diri, olahraga, dan seni yang tidak dapat di pisahkan. Seperti tercermin dalam lambang trisula, di mana ketiga ujungnya mencerminkan unsur seni, bela diri dan olahraga, sementara gagangnya diyakini melambangkan pembinaan mental spiritual. Sebagai seni, Pencak Silat merupakan wujud perilaku budaya suatu kelompok, yang di dalamnya terkandung unsur adat, tradisi, hingga filsafat. Hal itu menjadi penyebab perbedaan gerakan silat antara suatu daerah dengan daerah lainnya di Tanah Air ini. Demikian pula dengan jenis musik yang mengiringi gerakan-gerakan silat yang seperti tarian lemah gemulai tersebut. Sebagai olahraga, dalam perkembangannya Pencak Silat melangkah menjadi suatu jenis ‘gerak-badan’, senam atau jurus yang dapat dipertandingkan. Perkembangannya kian pesat, setelah disepakatinya suatu aturan pertandingan olahraga pencak silat, seperti kelas peserta, luas arena, dewan pendekar, dewan hakim, ketua pertandingan, dewan wasit dan juri, lamanya pertandingan setiap babaknya, seragam pertandingan dan sebagainya. Sebagai bela diri, pencak silat memang tumbuh berawal dari naluri manusia untuk melakukan pembelaan terhadap serangan fisik yang menghampirinya. Seseorang yang menguasai Pencak Silat (pendekar) diharapkan mampu melindungi diri dari setiap serangan, atau bahkan bisa mendahului menyerang untuk menghindari ‘kerusakan’ yang lebih besar. (dikutip oleh: Lelana, Mas Ezra Danu; 16/08/2006, halaman 13). Seorang pendekar mampu mengembangkan daya tempurnya, sehingga dalam tempo singkat berhasil memenangkan pertarungan. Berarti, dia harus memiliki kemampuan mengatur siasat/strategi bertempur (bahasa Jawa, gelar), baik saat satu lawan satu, atau dikeroyok beberapa orang lawan. Sebagai pembinaan mental spiritual atau olah batin, lebih banyak ditujukan untuk membentuk sikap dan watak kepribadian. Faktor ajaran agama yang menyertai latihan pencak silat, biasanya berperan besar untuk mengembangkan fungsi ini. Sulit ditunjukkan secara eksplisit produk dari pembinaan mental spiritual tersebut, namun banyak aktivitas lain yang dihasilkan seperti, penyembuhan spiritual, serta demonstrasi tenaga dalam, yang merupakan wujud dari keberhasilan latihan olah batin. Disamping itu Sebagai seni budaya Bangsa yang berlandaskan Pancasila, Pencak Silat harus berlandaskan kepercayaan terhadap “ke-Esaan Sang Pencipta. Secara kasat mata memang masih ada perbedaan, yakni di pencak silat didominasi gerakan mirip tarian, sementara pada bela diri yang lain dominan dengan gerakan keras sejak awal hingga selesai. Hal itu masih ditambah teriakan keras (di karate disebut kiai), yang di pencak silat tak begitu akrab dilakukan. Secara ringkas ada tiga prinsip teknis olahraga Pencak Silat, yakni teknik sambut serangan, penerapan teknik tinggi untuk meraih nilai penuh, serta selalu menggunakan kaidah-kaidah silat. Teknik dan taktik sambut serangan, yakni tindakan saat menerima serangan lawan, dengan menangkis, menghindar, mengelak dan kemudian membalas menyerang. Dalam setiap gerakan Pencak Silat (sebagai olahraga), unsur-unsur seni dan bela diri tentu harus tercermin. Sedangkan aspek pembinaan mental spiritual sudah terimplementasi di dalamnya. Misalnya, walau tak ada peraturan tertulis, namun seorang pesilat dilarang menyerang lawan yang sedang mengembangkan kaidah-kaidah perguruannya. (Lelana, Mas Ezra Danu; 16/08/2006, halaman 14). Lelana, Mas Ezra Danu; (16/08/2006); Melestarikan Pencak-Silat Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler; Anggota Milist Silat Bogor Dan Forum Pecinta dan Pelestari Silat Tradisional Indonesia, http://lembahlawe.blogspot.com (www.silatindonesia.com), Akses terakhir, Selasa, 02102007, jam 07.27 wib; hal. 14. Sumber: wordpress.com/2006/10/21/melestarikan-pencak-silat-melalui-kegiatan extra-kurikuler/ – 82k -, Di dalam Pencak Silat, aspek kekuatan tidak hanya ditimbulkan dari kekuatan …. Disamping itu Sebagai seni budaya Bangsa yang berlandaskan Pancasila, pencaksilat; download selasa, 02102007, jam 07.27 wib; hal. 14). Ilmu Kolahragaan

Daftar Pustaka.

  1. Ateng, Abdulkadir, Prof. Dr. M.Pd. H; 2007, Filsafat olahraga dan tantangan pembangunan olahraga Indonesia, Makalah disampaikan dalam seminar nasional keolahragaan Indonesia, Sabtu, 26 Mei 2007 di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Bali, Penerbit: Unit Penerbitan Undiksha, ISBN: 978-979-16317-0-9, Halaman 15 – 24.
  2. Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia; 1999; Hasil Sidang Umum MPR RI Tahun 1999 Beserta Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penerbit: Arkola Surabaya.
  3. Bompa, Tudor O; 1986, Theory and Methodology of Training: The Key of Atletic Performance. Kendall/ Hunt Publishing Company, Printed in The United States of American, hal. 213- 247.
  4. Capen, E.K., 1949, The Effect of Systematic Weight Training on Power, Strength, and Endurance. The Research Quarterley, August, hal. 83-93.
  5. Lembaga Ketahanan Nasional; 1997; Wawasan Nusantara; Cetakan kedua, Penerbit PT Balai Pustaka, BP No. 4836, ISBN 979-407-894-8, Jakarta, hal.: 33.
  6. Jawa Pos, Edisi 17 Maret 2003.
  7. Jawa Pos, Edisi 7 November 2002.
  8. Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia; 1999; Hasil Sidang Umum MPR RI Tahun 1999 Beserta Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penerbit: Arkola Surabaya.
  9. Mangi, M.D., Jokl, M.D., A.T.C. Dayton, 1987, Sport Fitness and Training. Phantheon Books, New York, hal. 30.
  10. Muhadjir, Noeng; 1996; Mertode Penelitian Kualitatip; Edisi 2, Penerbit Andi Ofset Yogyakarta.
  11. Nasution, Yuanita, S.Psi, M.App.Sc; 2001; Sumber Stres Bagi Atlit Pelajar ; Balitbang Dikdasmen Dikti PLSP Kebudayaan Setjen Itjen Portal Pendidikan di Indonesia Dibuat dan dikelola oleh Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang – Depdiknas 2001 Hak Cipta oleh Departemen Pendidikan Nasional.
  12. Noegroho, Setyo; 2004; Metode Penelitian Dalam Ilmu Keolahragaan; Makalah disampaikan dalam Pelatihan Pengembangan Penelitian Ilmu Keolahragaan, tanggal 15 – 16 Desember 2004 di Universitas Negeri Jakarta,
  13. Pate, R.R., B. McClenghan, R. Rotelle, 1984, Scientific Foundation of Coaching. Sounders Collage Publishing, Philadelphia, hal. 179-180, 217.
  14. Purbodjati; 2004; Peranan Pencaksilat dalam pembinaan generasi muda, Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, IKIP Surabaya, No. 79/Th. XVII/7/1995, Juli 1995, ISSN: 0216 – 9975.
  15. Purbodjati; 2004; Aspek-aspek psikologis dalam pembinaan olahraga, Jurnal IKOR Pend. Kes. Rek. FIK-Unesa. Vol 1 No. 1 hlm.: 1-45, Mei 2004, TSSN: 1693-9921.
  16. Puri, Pakne; 2007; Wewarah Karaton lan Lingkungan Hidup (Mahargya Dino Lingkungan Hidup 5 Juni); Kalawarti Minggon Basa Jawa Panyebar Semangat No. 23, Setu Paing, 9 Juni 2007 – 23 J Awal Ehe 1940 Windu Kunthara, ISSN 0215-2924, Jl. GNI no. 2 Surabaya 60174, e-mail: panyebarsemangat @ journalist.comf
  17. Persaudaraan Setia-Hati Terate; 2000; Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; Hasil keputusan Musyawarah Besar VI, Tanggal 1 – 3 September 2000.
  18. Sjamsuddin, Nazaruddin, 1994; Integrasi Nasional Dan Ketahanan Nasional; Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sumbangan Ilmu-Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, oleh Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gajah Mada, tanggal 30 Nopember – 1 Desember 1994.
  19. Soedarsono, Soemarno; 1999; Penyemaian Jati Diri Strategi Membentuk Pribadi, Keluarga, dan Lingkungan menjadi Bangsa yang Profesional, Bermoral, dan Berkarakter; Penerbit: PT. Elex Media Komputindo, Anggota IKAPI, 23499177, ISBN: 979-20-1235-4, Jakarta.
  20. Soekarman, 1987, Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih, dan Atlit. Inti Idayu Press, MCML XXXVLL, Jakarta, hal. 11-26, 30-34.
  21. Strauss, R.M., 1979, Sport Medicine and Physiology. WB. Sounders Company, Philadelphia-London-Toronto, hal. 29- 46.
  22. Suara Karya online, Edisi 3 Maret 2006.
  23. Usman, Sunyoto, 1994, Integrasi Nasional Dan Ketahanan Nasional; Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sumbangan Ilmu-Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, oleh Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gajah Mada, tanggal 30 Nopember – 1 Desember 1994.
  24. Sumber: wordpress.com/2006/10/21/melestarikan-pencak-silat-melalui-kegia-tan-ekstrakurikuler/ – 82k -, Di dalam Pencak Silat, aspek kekuatan tidak hanya ditimbulkan dari kekuatan …. Disamping itu Sebagai seni budaya Bangsa yang berlandaskan Pancasila, pencaksilat; download selasa, 02102007, jam 07.27 wib;
  25. Sumber: http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Nomor_3_Tahun_2005; Akses terakhir Rabu, 071107, jam 14.03 wib.
  26. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, 2006, INDONESIA 2005-2025 (BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, Tahun 2005-2025), Penerbit: Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Jakarta, 2006.

MENDIDIK DENGAN LANGKAH MENGIKUTI HATI NURANI.

Menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan masyarakat saat ini, yang timbul akibat konvergensi berbagai dampak globalisasi, membutuhkan solusi pengetahuan yang diharapkan rencana pengembangan yang mengacu pada evaluasi diri untuk melihat arah pengembangan yang potensial dan penataan manajemen internal sebagai upaya membangun kapasitas lembaga pendidikan tinggi. Kedua hal tersebut sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan efisiensi dan relevansi pendidikan yang diselenggarakan. Semua upaya tersebut akan bermuara pada satu tujuan, yakni peningkatan kualitas lulusan yang berkelanjutan agar mampu bersaing dalam kompetisi dan kinerja pasar kerja. Penjaminan kualitas baik kualitas proses maupun kualitas produk membutuhkan suatu mekanisme quality control dan quality assurance yang terstandar dan berkelanjutan. Pada akhirnya pembaharuan sistem manajemen pendidikan tinggi di atas akan bermuara pada suatu rancangan sistem manajemen mutu terpadu (TQM) yang bersifat aplicable dan terukur. Makalah ini akan mengulas tentang pembaharuan sistem implementasikan pendidikan tinggi berdasarkan pengalaman penulis dalam mengimplementasikan sistem perencanaan dan evaluasi berbagai program pengembangan di Universitas Negeri Medan. DRAFT: POSTER MASALAH PSIKHOLOGI PENDIDIKAN DENGAN KONSENTRASI KAJIAN MASALAH PARADIGMA PENDEKATAN IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PENJASKESREK DALAM ILMU KEOLAHRAGAAN DI INDONESIA. Tema:KEMANAKAH ARAH PENDIDIKAN KITA ? ( MENDIDIK DENGAN LANGKAH MENGIKUTI HATI NURANI. SUARA REFORMASI: “ KEHIDUPAN ! PROFESI ! ….. MELUPAKAN TATANAN PAYUNG KEILMUAN, ETIKA MORAL BUDAYA DAN AGAMA ! BERAKIBAT FATAL DAN TRAGIS, KINI, BARU SAJA DAN SELALU TERBUKTI DALAM SEJARAH KEHIDUPAN. (Purbodjati, 1997:renungan jelang reformasi). Menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan masyarakat saat ini, yang timbul akibat konvergensi berbagai dampak globalisasi, membutuhkan solusi pengetahuan yang diharapkan rencana pengembangan yang mengacu pada evaluasi diri untuk melihat arah pengembangan yang potensial dan penataan manajemen internal sebagai upaya membangun kapasitas lembaga pendidikan tinggi. Kedua hal tersebut sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan efisiensi dan relevansi pendidikan yang diselenggarakan.Semua upaya tersebut akan bermuara pada satu tujuan, yakni peningkatan kualitas lulusan yang berkelanjutan agar mampu bersaing dalam kompetisi dan kinerja pasar kerja. Penjaminan kualitas baik kualitas proses maupun kualitas produk membutuhkan suatu mekanisme quality control dan quality assurance yang terstandar dan berkelanjutan. Pada akhirnya pembaharuan sistem manajemen pendidikan tinggi di atas akan bermuara pada suatu rancangan sistem manajemen mutu terpadu (TQM) yang bersifat aplicable dan terukur. Makalah ini akan mengulas tentang pembaharuan sistem implementasikan pendidikan tinggi berdasarkan pengalaman penulis dalam mengimplementasikan sistem perencanaan dan evaluasi berbagai program pengembangan di Universitas Negeri Medan. Bab I: Pendahuluan. 1. Era baru kemajuan perjuangan kita dalam membangun pendidikan telah terwujud dan berproses sesuai harapan cita-cita luhur perjuangan bangsa Indonesia. 2. Antara harapan dan kenyataan adalah fenomena yang menarik bagi para pendekar pejuang pendidikan untuk bermotivasi maju terus pantang mundur dibawah payung PANCASILA DAN U.U.D. 1945. 3. Dialektika ini diantaranya terbukti dalam KONGGRES NASIONAL PENDIDIKAN INDONESIA, Tanggal 4 – 5 Oktober 2004 yang diselenggaran oleh UNESA di Surabaya. 4. Masalah desentralisasi dan demokratisasi merupakan salah satu variabel yang vital dalam perkembangan membangun prospek pendidikan kita. 5. Posisi kualitas pendidikan Indonesia dirangking ke 12 (terbawah) di wilayah negara Asia Tenggara; Diantara penyebabnya adalah tidak nyatanya prioritas kebijakan (political will) pemerintah bidang pendidikan. (Suyanto, 2004: hal. 2-3). Bab II: Permasalahan. Merespon tema umum permasalahan panitia seminar, maka konsentrasi permasalahan tulisan ini adalah Bagaimana paradigma teoritik dan empirik masalah desentralisasi dan demokrasi pendidikan dalam KONASPI V di Surabaya tahun 2004. Bab III: Tujuan Dan Manfaat. 1. Tujuan: 1) Menginformasikan bahasan pokok masalah dalam bentuk abstrak peserta KONASPI. 2) Merangsang peserta untuk menganalisa berdasarkan pengalaman teoritik dan empiriknya. 3) Menambah modalitas profesi khususnya dalam membangun pendidikan kita. 2. Manfaat: 1) Mendapatkan bukti secara teoritik dan empirik tentang variasi dinamika implementasi masalah desentralisasi dan demokratisasi pembangunan pendidikan di era otoda. 2) Mengetahui kekuatan dan kelemahan gerak profesi pendidikan kita. Memperkokoh profil kebangsaan, kerakyatan dan jatidiri berbangsa bidang pendidikan kita. Bab IV: Konsep Dan Strategi Penyajian. 1. Konsep Penyajian: 1) Bahwa dengan memperoleh informasi abstraksi karya ilmiah, peserta memperoleh informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan bidang pendidikan secara efektif dan efisien, sesuai prinsip kerja ilmiah. 2) Sistimatika Penyajian didesain agar produktifitasnya optimal dalam bentuk sebagai berikut: a. Halaman judul. b. Halaman pengesahan. c. Kata Pengantar. d. Daftar Isi. e. Bab I : Pendahuluan. f. Bab II : Permasalahan. g. Bab III: Tujuan dan Manfaat penulisan. h. Bab IV: Konsep dan Strategi penulisan. i. Bab V : Abstak Masalah Desentralisasi Dan Demokratisasi Pendidikan Dalam KONASPI V DI SURABAYA TAHUN 2004. j. Penutup. k. Daftar Pustaka. 2. Strategi Penyajian: 1) Penyaji menginformasikan dalam bentuk SISTIM POSTER ABSTRAK KARYA ILMIAH yang diambil dari sumber aslinya. Peserta dan pemerhati merespon sesuai daya mampu teoritik-empiriknya. Improvisasi ilustrasi: 1. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. 2. K 3. 4. d

BUKU BARU

Pada Mulanya adalah Hasrat

Judul buku: Hasrat untuk Berubah (The Willingness to Change)
Penulis: Soemarno Soedarsono dan Ariobimo Nusantara
Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta, Desember 2005
Tebal: xiv+178 halaman

Apa yang ditulis dalam buku ini merupakan kristalisasi pengalaman dan pemikiran penulis sejak muda yang diangkatnya ke tataran satu tingkat di atas empiris mendekati filosofis. Karena itu, tepat sekali subjudul buku ini, Jati Diri: Refleksi Empiris. Pada subjudul ini justru kita menemukan kekuatan kajian filosofis penulis. Untuk seterusnya, pertanyaan itu dijunjung ke tataran yang lebih luas dan dalam: siapa sesungguhnya bangsaku, bagaimana kepribadiannya, bisakah karakternya berubah dan diubah? Dan sederet pertanyaan lain yang menggugat, yang kesemuanya merupakan awal permulaan berfilsafat. Bukankah pertanyaan, atau keheranan, adalah awal mula berfilsafat?

Seperti diakuinya, “…saya mencoba berpikir sebaliknya. Pengalaman hidup saya justru banyak saya tampilkan apa adanya, tak terkecuali pengalaman hidup yang seharusnya tidak saya ungkit-ungkit lagi. …saya hanya berniat menyajikan semacam referensi yang bersifat refleksi empiris, memanfaatkan pengalaman hidup saya sebagai ’laboratorium hidup’” (hal vi). Yang menjadi kerisauan pria kelahiran 7 Agustus 1930 ini bukan dirinya sendiri. Ia sudah berhasil keluar dari ego-nya, mengatasi persoalan diri sendiri. Ia risau terhadap bangsanya sendiri, yang menurutnya “tidak pernah mau belajar dari pengalaman”.

Sebenarnya, banyak pengalaman getir maupun manis dialami bangsa Indonesia. Mulai zaman kolonial, pendudukan Jepang, kemerdekaan, hingga era Reformasi. Dari penggalan sejarah bangsa dengan rentang abad itu, adakah sesuatu yang berubah pada orang dan bangsa Indonesia? Dalam arti, berubah ke arah pendulum positif?

Jawabannya tentu saja ada, tetapi tentu tidak selalu ke poros positif. Mental, atau menurut istilah penulis karakter, bangsa ini masih saja seperti dulu: mental kuli, mental orang upahan, dan mental tempe. Sebaliknya, sebagian lagi mewarisi mental kolonial, londo ireng (belanda hitam), yang justru menjajah bangsa sendiri. Dan penjajahan itu jauh lebih sadis dan menyengsarakan dibandingkan dengan penjajahan oleh Belanda maupun Jepang.

Menyaksikan itu semua, hati Soemarno tergerak. Sebagai jenderal dan pendidik, ia ingin berbuat sesuatu. Ia yang melihat “dari atas helikopter” kondisi dan nasib bangsanya lalu bertanya-tanya. Apa penyebab utama Indonesia terus-menerus terpuruk? Mengapa demikian? Bagaimana mengatasinya? Pengajuan pertanyaan seperti itu, untuk mendapatkan jawaban yang tepat dan hakiki, adalah usaha filosofis. Ia pun melakukan refleksi, dan itu adalah kegiatan filsafat.

Setelah bergumul sekian puluh tahun, akhirnya Soemarno sampai pada kesimpulan: karakter bangsa ini perlu dibangun! Perlu diformat ulang. Bangsa ini harus punya identitas. Harus ada kepribadian yang kokoh, yang kuat dasarnya, agar sehebat apa pun tsunami yang mengguncangnya, ia tetap kokoh berdiri sebagai bangsa.

Karakter bangsa Indonesia inilah yang menurut Soemarno belum cukup kokoh fondasinya sehingga rentan terhadap serangan-serangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ketika diserang, mental dan tenaga kita sebagai bangsa tidak cukup kuat menahannya. Mental kita lemah. Kita perlu membangunnya kembali agar berubah ke arah yang positif. Dan hasrat untuk berubah ke arah yang positif itu adalah the willingness to change.

Menurut penulis, titik pijak perubahan dimulai dengan hal yang sederhana, “mengenali diri sendiri” (Bab 1). Mengenal diri sendiri tampak sepele, tetapi sebenarnya sangat dalam maknanya. Para filsuf Yunani, yang kini pemikirannya diadopsi dunia anatomi dan kedokteran, misalnya, bahkan menganjurkan agar kita selalu mengenal diri sendiri. Peringatan untuk mengenal diri sendiri bahkan dipatenkan dalam sebuah gerbang depan kuil di sebuah kota Yunani, gnothe seauton—kenalilah dirimu!

Sebagai contoh tidak mengenal diri sendiri, yang kemudian berakibat pada rusaknya karakter bangsa, ialah kita menyangka kita terdiri atas satu golongan saja. Kita tidak mengakui bangsa ini plural. Ini jelas wujud dari tidak mengenal diri sendiri.

Jangankan sampai pada tataran membangun mentalitas dan karakter bangsa, mengenal diri sendiri (sebagai bangsa) saja kita belum. Jadi, langkah dan usaha kita masih jauh. Namun, semua itu tentu dimulai dari hasrat. Hasrat yang terus membara akan menjadi kata-kata. Kata-kata yang sering dan berkali-kali diucapkan akan menjadi kebiasaan (habit) . Kebiasaan akan menjadi karakter yang sulit untuk diubah. Itulah lingkaran perubahan. Dan lingkaran itu dapat kita temukan dalam buku ini.

Selain mencerahkan, buku ini juga membuat kita mafhum tentang bagaimana cara berubah. Hal yang dianjurkan agar bisa berubah pun sangat sederhana dan mudah dilakukan: mulai dari alif, dari hasrat atau kehendak (bukan desire) untuk berubah. Jadi, berubahlah ke arah yang positif.

R Masri Sareb Putra Pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta

Seputar Problem Jakarta

Judul: Politik Kota Dan Hak Warga Kota: Masalah Keseharian Kota Kita
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Cetakan: I, Maret 2006
Tebal: xxii+256 halaman

Politik kota kembali menggema setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mulai diimplementasikan. Pemerintahan kota yang otonom dan meningkatnya partisipasi masyarakat menjadi tanda bahwa politik kota kembali hidup. Lewat opini-opini seputar masalah keseharian kota Jakarta dalam kolom “Kota Kita” harian Kompas yang dikumpulkan dalam buku ini, diketahui kurangnya ruang terbuka hijau, semrawutnya lalu lintas dan angkutan umum, kriminalitas, banjir, penyakit musiman, penggusuran, amburadulnya penataan kota, dan pelayanan publik masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Seiring dengan perkembangan dunia ekonomi, sosial, dan politik saat ini serta meningkatnya kesadaran warga akan hak atas kota, makin terasa bahwa Jakarta sudah tidak mampu menampung kegiatan tersebut dalam satu wadah.

Menjadi kota yang sehat, yaitu kota yang segenap warganya bisa hidup layak, terpenuhi pangan, sandang, papan, pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan, ketersediaan ruang publik, keteraturan lalu lintas, berkurangnya tindak kriminal, tentunya menjadi impian kota Jakarta saat ini. Patut dipertanyakan apakah deretan panjang prasyarat kota sehat itu mungkin diwujudkan di Jakarta. (DEW/Litbang Kompas)

Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0604/15/pustaka/2576007.htm; Akses terakhir Senin, 051107, jam 15.30 wib.

Oleh: purbodjati | Februari 27, 2009

Ngurusi kuliahku lagi.

Mulai semester ini,  sesuai program saya sdh mengurangi kegiatan kuliahku, adapun konsentrasi yang lain mulai aku lakukan.

Rabu malam aku dapat sms dari kaprodiku, instruksinya suruh memasukkan daftar nampromotor, ko-promotor dan konsultan utk proses disertasiku. Kamisnya kelengkapan adm kesanggupan kesediaan para pendekar akademik mulai saya sediakan, langsung disanggupi formasi sbb.: promotor: Prof. Dr. Setyo Yuwono, M.A; ko-promotor:  Dr. Ali Maksum, M.Si (langsung minjami draft disertasi mhs UNAIR yang mau diuji minggu depan) dan konsultan Dr. Ivo Haridito, M.S. (raripnya 1 juta). Hari Jumat langsung kuserahkan kaprodi dengan arahan (perbaiki nilai yang jelek, memerintahkan teman-teman membuat prosedur surat yang sama dan katanya para dosenku ngecap saya mahasiswa yang bandel/goblok).

Yach, habis itu langsung studi pustaka di toko buku dan warnet.

Selesai.

Older Posts »

Kategori